Hello, buddies!
Apa yang pertama kali terlintas saat kalian membaca judul tulisan ini?
Duduk
di atas pesawat kemudian melihat seluruh dunia melalui pesawat? Atau tidur lalu
bermimpi berkelilingi dunia? Or have no
idea?
Let me tell you a story, ya.
“Pada suatu hari, saya duduk di atas kursi. Melalui tempat saya duduk tersebut, saya bisa melihat seorang laki-laki sedang menunggu angkutan umum di persimpangan jalan kota Batu. Lima belas menit kemudian, saya kemudian melihat lelaki tersebut masuk ke sebuah CafĂ© di tengah-tengah kerlap-kerlip gedung tinggi New York…” (kok bisa?)
Kalian pernah mendengar cerita tersebut? Itu adalah kisah inspiratif Iwan Setyawan, seorang anak supir angkot kota Batu yang menjadi direktur di New York, telah dituangkan dalam novelnya yang berjudul 9 Summers 10 Autumns, “From The City of Apple, To The Big of Apple”.
Jadi, saya ingin mengajak buddies melihat dunia melalui suatu karya, lebih tepatnya adalah karya fiksi. Cerita di atas hanyalah satu dari sekian juta fiksi yang tersebar di seluruh dunia.
Buddies pasti sudah tidak asing lagi kan dengan pepatah “buku adalah jendela dunia?”. Namun, dunia yang saya maksud di tulisan ini tidak hanya persoalan jelajah tempat-tempat di dunia, tetapi juga jelajah waktu dunia, serta jelajah sudut pandang dan perasaan seseorang melalui unsur-unsur intrinsik suatu maha karya fiksi.
Kuy langsung cus ke dunia yang belum pernah terjamah oleh alam imajinasimu sebelumnya.
Mari
mulai “melihat”..
Tempat
Dengan
membaca suatu fiksi, kita tidak hanya diajak melihat tempat yang tidak pernah
ada di dunia nyata sebagaimana Hutan Terlarang Hogwarts maha karya J.K.
Rowling, fiksi bergenre fantasi yang paling terkenal seantero jagat raya, Harry
Potter. Tapi kita juga dimungkinkan untuk lebih mengenal satu titik yang
benar-benar ada di muka bumi ini. Sebut saja Pulau Bungin yang menjadi latar
tempat di mana Sri Ningsih menghabiskan masa kecil penuh pilunya yang tertuang
di dalam novel Tentang Buddies, karya
seorang penulis Indonesia yang telah menerbitkan dua puluh tujuh novel, Tere
Liye.
Mengambil
sampel Pulau Bungin, kita tidak hanya menjadi tahu bahwa pulau terpadat di
dunia, di mana hampir tidak ada jarak antara satu rumah dengan rumah lainnya,
tidak ada pohon dan tumbuhan sehingga kambing-kambing memakan kertas itu
terletak di negeri yang sangat kaya, Indonesia, terletak di daratan Sumbawa, Nusa
Tenggara Barat. Melalui fiksi tersebut kita pun menjadi lebih mengenal satu
suku yang membentuk keanekaragaman Indonesia, suku Bungin.
Waktu
Siapa
yang pernah membayangkan dirinya hidup pada zaman sebelum masehi? Membayangkan
kehidupan para pemikir besar seorang filsuf seperti Socrates dan muridnya
Plato? Saya percaya penikmat fiksi Jostein Gaarder dan Dunia Sophie-nya telah
membawa para pembacanya berjelajah ke dimensi waktu yang jauh dari zaman
sekarang. Melihat bagaimana perilaku orang-orang pada abad pertengahan di mana
seni khususnya musik mengalami kemajuan yang pesat oleh Heldiberg dan Thomas
Aquinas, lalu ke masa Renaissance yang melahirkan sastrawan dunia seperti
William Shakespeare atau pelukis apik Leonardo da Vinci.
Dan,
hei, sepertinya saya bukan satu-satunya manusia di muka bumi ini yang menyukai
sejarah hanya bila disampaikan melalui karya fiksi? Terkadang, buku-buku
pelajaran di sekolah mempunyai bahasa yang sulit dimengerti, monoton, dan
sangat membosankan. Sangat berbeda bila ditambah dengan bumbu fiksi. Atau
mungkin sejarah yang sama sekali tidak pernah dipelajari di buku-buku sekolah?
Mari
sejenak beralih ke The Secret of Carstenzs karya Marino Gustomo dan Zaynur
Ridwan yang diterbitkan pertengah 2017 lalu. Melalui maha karya fiksi tersebut,
maka buddies akan menjumpai sejarah
masuknya Freeport di Indonesia. Lengkap dengan segala konspirasi dan propaganda
pemerintah Indonesia yang berkuasa di zamannya. Maka buddies akan sedikit lebih mengerti mengapa Papua, atau yang
mengatasnamakan Papua, itu ingin merdeka.
Pemikiran
Hal
yang sebenarnya paling penting dari membaca suatu buku adalah mampu menangkap
pesan dari sang penulisnya. Melalui sebuah karakter, kita akan diajak menjadi
orang lain yang tidak sekadar menggunakan tubuh karakter yang diperankan,
melainkan menjelma ke dalam jiwanya, ke dalam rasa dan pemikirannya. Maka tidak
heran bila banyak artikel yang mengatakan bahwa fiksi dapat membuat seseorang
menjadi lebih peka, memahami sesuatu dari sudut yang berkebalikan.
Mari
saya berikan sedikit ilustrasi…
Pernah
mendengar istilah pembajakan sejarah? Istilah ini dijelaskan dengan baik oleh
Leila S. Chudori dalam novelnya yang berjudul Pulang. Ia mengilustrasikan
bagaimana buku-buku sejarah dicetak oleh Kementerian Pendidikan yang sedang
berkuasa. Maka sejarah yang akan diajarkan ke generasi selanjutnya adalah
sejarah versi pemerintah yang berkuasa pada saat buku tersebut diterbitkan.
(Dan boleh jadi sejarah versi lain sama sekali tidak boleh diketahui, tengoklah
sejenak berita-berita di masa lalu di mana Tetralogi Pulau Buru karya Pramoedya
Ananta Toer dilarang tebit oleh birokrasi).
Berjelajah
pemikiran dalam fiksi salah satunya adalah melihat hal-hal yang sungguh berbeda
dengan apa yang telah diajarkan kepada kita selama ini. Sebut saja, bila di
bangku sekolah dasar hingga sekolah menengah kita diajarkan sejarah Gerakan 30
September (G30S PKI) dan melihatnya dari sudut pemerintah yang sedang berkuasa
(tentang bagaimana PKI begitu sadis terhadap Soekarno dan para jenderal), maka
di novel “Pulang”, kita akan mempelajari bagaimana orang-orang yang hanya berkerabat
jauh dengan orang-orang PKI mendapatkan perlakuan yang tidak adil dari
pemerintah. Tentu saja pemerintah tidak pernah menuliskan hal ini dalam
buku-buku pelajaran di sekolah.
Nah,
itu tadi segelintir dunia lain yang bisa buddies
jelajahi melalui maha karya fiksi. Kita tidak butuh pintu doraemon, kita
hanya butuh satu buku fiksi, untuk berpindah dari satu masa ke masa lain, dari
satu tempat ke tempat lain, dari satu orang ke orang lain. Maka, perbanyaklah
kekayaan intelektualmu dengan membaca fiksi. Dan yang tidak kalah penting
adalah menjadi pembaca yang bijak. Sudah tahu pembaca bijak seperti apa?
Nantikan tulisan saya selanjutnya :p
Jadi,
sudah menentukan fiksi apa yang akan buddies
baca? Sepertinya saya merekomendasikan cukup banyak buku melalui tulisan ini
hehehehe.
-
April, 2018.
No comments:
Post a Comment