Tuesday 29 December 2015

Catatan Akhir Tentang Putih Abu-Abu


Oleh: Firda Amalia H (SMA Negeri 1 Sungguminasa)

Terima kasih sekolahku,
Tempat bernanung dan mempertemukanku orang-orang hebat
Terima kasih kelasku,
Menghias hari-hariku menjadi penuh warna
Terima kasih guruku,
Ilmu bermanfaat tak segan engkau bagikan padaku
Terima kasih temanku,
Membuatku mengerti indahnya masa-masa sekolah
Terima kasih sahabatku,
Tanpamu mungkin aku tak mengenal cinta dan kasih sayang tanpa ikatan darah
Terima kasih Tuhanku,
Telah menjadikan mereka bagian dari hidupku

Detik demi detik
Tahun demi tahun
Waktu demi waktu
Berlalu dan tak dapat dihentikan
Berganti tanpa kita memintanya

Disetiap pertemuan akan ada perpisahan
Disetiap perpisahan akankah ada pertemuan kembali?
Akankah kita dipertemukan di puncak kejayaan?
Atau mungkin di suatu tempat yang sangat indah dengan limpahan kenikmatan?
Jika Tuhan menghendaki, hanya waktu yang dapat menjawabnya

Selamat tinggal sekolahku, kelasku dan guruku
Selamat jalan temanku dan sahabatku
Ingatlah selalu kenangan yang kita ukir bersama
Maafkan aku yang berlumur dosa kepadamu
Keberhasilan selalu siap menjemput kita

                                                                              Sungguminasa, 5 Mei 2015

Monday 28 December 2015

"Yaaa Namanya Juga Mahasiswa"

Oleh: Firda Amalia H

Satu kalimat spontan yang langsung terucap kala lihat peristiwa unjuk rasa anarkis dan pemblokiran jalan oleh mahasiswa di malam itu.

Unjuk rasa yang anarkis memang sudah menjadi hal yang lumrah pasca awal bermulanya era reformasi 1998. Apakah mahasiswa yang disebut-sebut kaum intelek wajar melakukan tindakan demikian? Apakah tidak ada cara lain yang lebih baik untuk menyuarakan hal yang disebut-sebut sebagai suara rakyat itu? Apakah perilaku tersebut merupakan realisasi dari Tri Dharma Perguruan Tinggi?

Apakah suatu kemerosotan moral atau kebangkitan jiwa pemberontak?

Katanya, unjuk rasa anarkis adalah gerbang terakhir ketika seluruh cara yang telah ditempuh sebelumnya gagal. "Ingat peristiwa pada tanggal 21 Mei 1998?", ketika mahasiswa benar-benar menjadi penyelamat rakyat, itulah kuncinya. Katanya, anarkis jauh lebih baik daripada apatis. Katanya, mahasiswa adalah penyambung lidah rakyat dengan para pemegang kekuasaan. Katanya, jika bukan mahasiswa lantas siapa lagi yang akan mendobrak kebijakan pemerintah yang mencekik rakyat? Katanya, moral ambruk justru ialah ketika melihat negeri sendiri terpuruk lalu diam dan tak berbuat apa-apa.

Lantas, ketika rakyat merasa rugi akibat ulah segelintir orang yang mengaku akan menolongnya, bukankah berarti ada yang salah dengan semua ini?

Ya, sejatinya sudah menjadi tugas seorang mahasiswa untuk menjawab dan mengkritisi hal-hal tersebut.

HIDUP MAHASISWA!

---

Telah diupload di Line (id: pikpek) pada 4 November 2015, 20:39

Kenangan PATO IMA 2015

Oleh: Firda Amalia H


Jam menunjukkan pukul 19.30 WITA. Dalmas yang mengantarku beserta teman-teman calon Keluarga Mahasiswa Akuntansi Universitas Hasanuddin telah sampai di Batu Lapis, Malino, tempat Pengaderan Awal Tingkat Ormaju Ikatan Mahasiswa Akuntansi (PATO IMA) 2015 bertemakan “Di Rumah Ungu, Menghias Tidak Sekedar Solidaritas” digelar. Jalanan yang sempit membuat Dalmas tak dapat mengantar kami tepat di depan penginapan, sehingga kami perlu berjalan sekitar kurang lebih 100 meter. Dingin. Kesan pertama setibanya kami di tempat itu.
Macet di sepanjang kota Makassar terpaksa membuat perjalanan kami terhambat dan molor. Namun, keceriaan tetap menghias perjalanan kami. Mars IMA, Mars Fakultas Ekonomi, Mars Universitas Hasanuddin, dan beberapa lagu sempat menjadi hiburan kami, sebelum beberapa di antara kami terlelap melepas penat. Sepanjang maghrib kami habiskan di antara gunung dan lembah menuju Malino.
Seusai menjamak shalat Maghrib dan Isya, lantunan ayat suci Al Quran menjadi penyejuk hati di tengah dinginnya Malino malam itu. Tak hanya kami yang beragama Islam yang menyempatkan untuk mendekatkan diri dan memohon perlindungan kepada Tuhan kami. Teman-teman yang beragama lain juga turut beribadah menurut keyakinan dan caranya masing-masing.
Nasi hangat dan mie instan menjadi menu pertama kami di Malino. Kami makan dengan lahapnya, mungkin karena cuaca dingin Malino membuat perut kami makin keroncongan. Mungkin. Ada adat baru yang kami, peserta, dapatkan. Tidak boleh makan ketika semuanya belum dapat makanan dan tidak boleh makan sebelum berdoa.
Perut puas hatipun senang, sebagai pertanda kami siap untuk mengikuti rangkaian kegiatan selanjutnya. Pembacaan tata tertib selama PATO IMA 2015 berlangsung dibawakan oleh kakak-kakak dari Steering Committee (SC), yang mengatur segala konsep pengaderan. Satu per satu tata tertib disetujui dengan berbagai pertimbangan.
Seluruh tata tertib telah disepakati. Kini saatnya kak Yuli, selaku koordinator lapangan (korlap) PATO IMA 2015 memenuhi hak kami untuk beristirahat. Kelompok satu telah disebut sebagai isyarat untuk meninggalkan lokasi kegiatan. Belum sempat seluruh teman-teman kelompok satu beranjak dari tempat duduknya kala itu, tiba-tiba beberapa suara dengan lantang menyoraki kami dan menyuruh kami menunduk. Ya, awal dari fase tegang pengaderan baru saja kami mulai. Ketika nada-nada keras tak hentinya mengiung-ngiung di telinga kami, beberapa kakak panitia pun turun menghampiri kami. Mereka menenangkan para pendahulu mereka yang sedari tadi mengingatkan kami akan kesalahan dan kecerobohan yang telah kami lakukan.
Sabtu, 14 November 2015 pukul 04.55 WITA. Setelah terlelap di bilik kecil dimana seluruh peserta perempuan beristirahat, aku bersama teman-teman yang lain sudah siap mengikuti seluruh agenda pada hari kedua. Agenda pertama adalah ibadah. Sayangnya, keterbatasan pancuran air di Batu Lapis membuat kami antri lama untuk berwudhu dan menunaikan ibadah shalat Subuh. Walaupun sinar matahari sudah menyapa kami, kami tetap menunaikan kewajiban kami sebagai umat muslim.
“Putar ke kiri he, nona manis putarlah ke kiri, ke kiri, ke kiri, ke kiri, dan ke kiri, ke kiri, ke kiri, ke kiri manise…”
Mendengarkan dendangan musik dari berbagai aliran, meregangkan otot-otot di bawah hangatnya mentari pagi yang menyinari Batu Lapis, dengan suguhan pemandangan alam yang luar biasa, dihias canda dan gelak tawa dari keluarga dan calon keluarga mahasiswa Akuntansi Unhas membuat energi positif mengalir ke seluruh tubuh dan membuat kami lebih siap untuk menyambut segala agenda yang akan kami jalani hari itu. Senam pagi yang sangat menyenangkan.
Kala itu, kami harus berjalan “menuruni gunung” untuk sampai ke “markas panitia” guna mengisi perut yang minta jatah. Kami makan ditemani alam Malino yang indah nan sejuk. Setelah makan, kami kembali “mendaki gunung” untuk pengumpulan, lalu melanjutkan agenda selanjutnya, games.
Angel versus Demon menjadi tantangan pertama untuk kelompok ku, kelompok 4 yang diberi nama Laba. Game ini memaksa kami mengeluarkan kemampuan berlogika, serta kemampuan bekerja sama mengumpulkan logika-logika kami hingga pada akhirnya game tersebut bisa kami taklukkan. Permainan jaring laba-laba atau kala itu disebut dengan game “Take Me Out” menjadi tantangan kedua kami. Pada game ini, kami dituntut untuk dapat saling bekerja sama dan dengan tabah mengangkat teman-teman untuk melewati tali yang telah dirangkai sedemikian rupa agar dapat dilewati tanpa menyentuhnya. Kembali, kelompok kami berhasil mengalahkan kelompok Total, yang saat itu menjadi lawan kami. Sambil menunggu giliran bermain di tempat lain, kami mengisi waktu dengan berjoget menyelaraskan gerakan dan bersuka ria bersama kelompok total. Permainan ketiga kami adalah Blind Ball, permainan ini bisa dikatakan lebih ramai dari permainan sebelumnya karena ada empat kelompok sekaligus yang bermain. Permainan ini merupakan realisasi dari materi komunikasi efektif yang telah kami dapatkan pada saat pra-PATO. Dalam permainan ini, kita dituntut agar dapat menjadi seorang komunikator yang baik dan mampu mengarahkan pesan kepada komunikan yang matanya tertutup agar komunikan tersebut mampu menemukan bola yang tersebar di sekelilingnya. Beda halnya dengan permainan sebelumnya, di permainan ini, kami, kelompok laba dan harus mengakui kemenangan kelompok total yang saat itu bekerja sama dengan kelompok . Permainan terakhir adalah Teka-Teki Akuntansi. Terlihat dari segi namanya, game ini mengasah kemampuan keakuntansian kami. Sebagai calon akuntan yang baik, kami tentu perlu menguasai hal-hal yang berhubungan dengan akuntansi, dan pada permainan ini, kami, kelompok laba kembali bekerja sama guna memecahkan segala soal yang ada. Sayangnya, kami tak dapat menyelesaikan segala teka-teki karena kalah lincah dengan waktu.
Agenda selanjutnya adalah diskusi dan bedah buku. Kami dibagi menjadi dua kelompok besar, yang terdiri dari kelompok ganjil dan genap. Itu artinya, kelompok laba bersama dengan kelompok dua dan enam. Kelompok laba mendapat giliran pertama untuk maju mempresentasekan hasil diskusi bedah buku. Buku kami berjudul “Bencana Ketidakadilan”, menceritkan mengenai bencana, sebuah kejadian yang memakan korban jiwa dan materi ada yang murni merupakan kehendak tuhan dan adapula yang merupakan pancingan ulah manusia. Buku-buku lainnya yang dibedah adalah “Republik Kapling”, bercerita mengenai kondisi politik di Indonesia yang terbagi-bagi dan tidak mengoptimalkan peran dan fungsi pada setiap profesi, dan “Pare dan Catatan Tak Usai”, bercerita mengenai perjuangan para pemuda dalam memperjuangkan peran, harkat, martabat, dan cita-cita bangsa. Diskusi berjalan dengan khidmat di bawah teriknya langit Malino dan diskusi berakhir dengan oleh-oleh berupa wawasan yang akan terekam di memori ingatan kami
Kami kembali menyempatkan diri beribadah dan mengisi perut sebelum melanjutkan pencarian ilmu kami melalui materi selanjutnya, yaitu Tanggung Jawab Intelektualitas dan Kelembagaan yang dibawakan oleh kakak-kakak dari pengurus himpunan. Kak Dini memaparkan mengenai keharusan mengimplementasikan pengetahuan yang baik dan benar yang kita miliki ke dalam suatu tindakan nyata di tengah rerumputan hijau. Gerimis yang sempat menyapa kami, membuat kami, kelompok laba, melanjutkan materi di teras penginapan yang beratap. Kanda yang memfasilitatori kami kala itu adalah Kak Salsabila, yang juga memperkenalkan kami pada visi dan misi LEMA FE UH dan IMA.
Apresiasi seni di malam kedua PATO IMA 2015 dimulai. Kakak-kakak kemah menyalakan api unggun dan obor di sekeliling tempat perhelatan. Rasa debar-debar berguncah di dalam dada kami. Perpaduan antara cemas dan semangat membara beradu dengan dingin yang mulai menusuk tulang-tulang kami. Acara dibuka dengan suguhan paduan suara dari peserta PATO IMA 2015 yang membawakan Mars FE UH dan Mars IMA. Kemudian, penampilan selanjutnya berturut-turut adalah drama PTN BH, drama bidikmisi, puisi dan akustik. Kami mengerahkan seluruh kemampuan yang kami miliki demi memuaskan hati para kemah. Tentunya, kami juga ingin membanggakan kakak-kakak panitia utamanya mereka yang bertanggung jawab untuk melatih kami.
Apresiasi seni telah usai menyisakan kenangan yang mungkin tak akan pernah kami lupakan. Saatnya untuk mengistirahatkan tubuh yang mulai lelah. Di tengah malam, kami terbangun, lebih tepatnya dibangunkan. Seperti biasanya, kami kembali berkumpul di atas rumput hijau di bawah taburan bintang-bintang. Pertarungan memerangi ilmu, mental dan retorika akan segera dimulai. Kak Iqrima dan Kak Fiman, selaku pendamping kelompok Laba juga telah siap mengawal kami. Kami akan bersama-sama menelusuri malam untuk mencari makna dari setiap nilai yang terpapar pada buku putih IMA.
Pos pertama yang menjadi tempat singgah kami adalah pos 2011. Menjadi tamu pertama memang akan mendapat suguhan yang fantastis. Begitupun dengan kami, semangat pengaderan mengalir pada kami dan mungkin juga pada kakak-kakak di pos 2011 sehingga mereka dengan semangatnya mengajarkan nilai-nilai spiritualitas, yang merupakan penguasaan dunia yang terdiri dari hal-hal yang bersifat materil dan non materil, kepada kami. Pos selanjutnya ditempuh dengan “mendaki gunung”, yaitu pos 2010 yang membawakan nilai-nilai kemanusiaan, yang katanya setiap manusia mempunyai cara masing-masing dalam merealisasikan nilai-nilai kemanusiaannya, namun pada intinya mereka mempunyai tujuan yang sama maknanya. Di pos ini, kelompok kami benar-benar diuji nilai kemanusiaannya, di pos ini pun kami diselingi berbagai candaan sehingga membuat kami seolah-olah berada pada game tahan tawa. Pos selanjutnya yang kami kunjungi adalah pos 2008, di pos ini selain mendapatkan nila-nilai kepemimpinan, bagaimana seseorang harus mampu memimpin dirinya sendiri dan bagaimana kader-kader saat ini akan menjadi pemimpin IMA kelak, kami juga disuguhi sarapan. Mungkin karena kakak-kakak di pos 2008 ini melihat tampang-tampang lelah kami. Pos selanjutnya 2009, awalnya jika ingin masuk ke pos ini ada dua cara yang dapat dilakukan; pertama harus membuat status alay, kedua harus berjalan ala model atau jalan penguin, namun di tengah-tengah perjalanan, ada opsi lain, yakni menggombal salah satu kakak di pos ini. Belum kami menuntaskan peran dan fungsi mahasiswa di pos ini, sudah ada kelompok Total yang menunggu. Di tengah-tengah diskusi kelompok kami, kelompok Total masuk dengan memberikan password masing-masing. Kakak-kakak 2009 sangat ringan berbagi ilmu dengan kami, sama halnya dengan pos 2010, pos ini juga diselingi dengan berbagai candaan yang membuat kami tak henti tertawa. Namun, kami sempat “sport jantung”…….. Bukan karena ulah kakak-kakak 2009, melainkan karena salah satu anggota kelompok total kambuh penyakit ayannya. Untung TBM segera datang dan mengamankan teman kami itu. Kami meninggalkan kelompok Total untuk menuju pos berikutnya, yaitu pos 2013 yang membawakan nilai-nilai kebangsaan. Di pos ini, semangat nasionalisme dan patriotisme kami kembali ditumbuhkan melalui pembacaan sumpah pemuda dan menyanyikan lagu-lagu kebangsaan. Pos terakhir kami yaitu pos 2012. Sebelum kakak-kakak 2012 memberikan ilmu tambahan mengenai nilai-nilai kelembagaan kepada kami, kami diminta untuk bernyanyi atau berjoget.
Setelah melewati pos-pos, kelompok kami kembali ke tempat pengumpulan. Kami diberi waktu untuk beristirahat sejenak. Aku bersama teman-teman dari kelompok laba menggunakan waktu tersebut untuk mengerjakan soal dari kakak SC yang telah diberikan sebelum kami tidur. Setelah mengerjakan soal, aku dan beberapa peserta perempuan lainnya rehat di bawah pepohonan rindang dan tanpa sengaja terlelap di tengah rentetan gunung yang memberikan panorama luar biasa.
Setelah rehat sejenak, kami melanjutkan agenda yaitu game tarik tambang. Game tarik tambang ini sangat seru. Selain berlawan antarkelompok, kami, para peserta juga ditantang untuk melawan kemah. Pada awalnya, seluruh peserta tampak sangat bersemangat mengikuti permainan ini, namun lama-kelamaan mentari yang menyengat memaksa kami berteduh di bawah tenda yang menjadi kamar para panitia dan peserta laki-laki. Tak lama kemudian, kami kembali berkumpul lalu bersama-sama “makan besar”.
Cuaca panas yang baru saja menyengat lalu digantikan dengan mendung dan gerimis. Hal ini membuat korlap menyuruh kami mengambil ponco dan membawanya menuju tempat “makan besar”. Disebut makan besar karena pada sesi ini seluruh peserta dan kemah bersama-sama makan di atas tikar. Kami makan tidak lagi menggunakan piring seperti sebelumnya, melainkan dengan cara prasmanan. Suasana dramatis terjadi ketika gerimis mulai muncul. Awalnya, kami menutupi makanan hanya dengan telapak tangan kami saja, namun tampaknya langit benar-benar menurunkan hujan, sehingga pada saat itu kami mengluarkan ponco masing-masing. Bukan untuk dipakai, melainkan menjadikannya atap atas makanan kami. Tak peduli sebarapa pun deras hujan menghantam, kami tetap menyuap mulut kami. Namun, tetap saja pada akhirnya banyak dari kami yang tidak sanggup menghabiskan makanannya. Entah karena kekenyangan atau kah karena kehujanan.
Setelah mengisi perut dan mengenakan ponco masing-masing, kami kembali berbaris dan menunggu pembagian tugas membersihkan dari korlap. Setelah semuanya selesai, barulah kami kembali “mendaki gunung” menuju tempat pengumpulan. Langkah kaki kami diiringi dengan mars IMA.
Sebelum membersihkan, kami menyempatkan untuk beribadah. Aku dan beberapa orang teman yang beragama muslim lalu menuju mesjid. Ketika hendak menuju tempat wudhu, aku dipanggil oleh seorang teman yang berada di dalam mushollah. Ia memintaku untuk meminjamkan mukenah. Aku berjalan masuk mesjid dan membuka alas kaki. Setelah berada di dalam mesjid dan bermaksud untuk menyimpan kaos kaki, tiba-tiba kakiku merasa menginjak sesuatu. Awalnya, aku hanya menertawai diriku yang ternyata menginjak seekor tawon. Lama-kelamaan aku merasa seperti tertusuk paku, dan aku mulai menyadari bahwa digigit tawon itu ternyata sakit. Kulihat seorang temanku mengambil tawon tersebut. Kasihan, tawonnya mati tragis terinjak manusia. Sedangkan aku segera mencari teman untuk menuju tim bantuan medis (TBM). Akhirnya, sisa-sisa agenda PATO IMA 2015 kuhabiskan di ruangan TBM karena telapak kaki kiriku harus mendapatkan penanganan dari kakak-kakak TBM FK Unhas.

Kejutan Untuk Ma'am

Oleh: Firda Amalia H


Kamis, 8 Desember 2011, siswa-siswi kelas IX.1 sedang merencanakan persiapan kejutan untuk ma’am Retna, wali kelas kami yang menginjak usia 45 tahun.
“Maaf anak-anak, ibu harus pergi karena ada urusan yang sangat penting. Jadi, pertemuan hari ini berakhir cukup sampai disini. Masih ada 30 menit jam pelajaran yang tersisa. Saya harap tidak ada diantara kalian yang ribut atau pun keluar masuk saat jam proses belajar mengajar masih berlangsung”, kata Bu Sukdiarti, guru Fisika kami.
Beberapa menit setelah Bu Sukdiarti meninggalkan ruangan kelas, suasana kelas kami menjadi ribut. Yah, itulah kondisi kelas IX.1 jika tidak guru. Aku, selaku ketua kelas sudah seringkali memperingatkan kepada teman-teman yang seringkali membuat onar. Namun apa daya, mereka tetap saja melakukan hal-hal yang melanggar. Bila mereka dilarang, bukannya mendengar, tetapi makin menjadi-jadi. Akan tetapi, bila dibiarkan begitu saja, teman-teman lain yang merasa terganggu akan memarahiku dan berkata, ”Sebagai ketua kelas seharusnya kamu dapat melarangnya!”. Aku jadi serba salah dibuatnya.
“Firda, ini kesempatan yang bagus untuk mendekorasi ruangan kita!”, kata Wanda sang sekretaris kepadaku.
“Iya. Aku tahu kok! Tapi, kita selesaikan saja dulu tugas ini”, jawabku.
Setelah menyelesaikan tugas yang diberikan, kami lalu mempersiapkan segala sesuatu yang bersangkut-paut dengan kejutan itu.
“Bagusnya, kita tempel di mana tulisan ini?”, tanya Ika.
“Hmm.. di sana!”, jawabku sambil menunjuk ke arah dinding yang berhadapan dengan pintu masuk kelas kami.
Setelah menempel karton bertuliskan ‘HAPPY BIRTHDAY MA’AM’ , aku lalu menarik kursi Aza yang kemudian aku letakkan berhadapan dengan pintu masuk kelas kami. Setelahnya, Wanda dan Nisa meletakkan kue tar di atas meja tersebut. Kami ingin saat pesta kejutan itu ma’am duduk di kursi yang telah disediakan.
“Sstt, jangan terlalu ribut. Ini masih jam belajar, belum jam istirahat! Apa kalian mau kejadian satu minggu yang lalu saat kepala sekolah  begitu tegas memarahi dan menceramahi kita habis-habisan akibat ulah kalian para pembuat onar yang ribut, nyanyian serta siulan dan alunan gendang bagai music rock yang tidak karuan itu terulang kembali?”, kataku kepada teman-teman yang membuat suasana kelas bagaikan pasar malam.
“Iya. Jangan ribut! Gimana kalau entar kita salah orang? Apa kalian mau yang masuk nanti Pak Kepala Sekolah lalu dengan anehnya kita menyanyikan lagu selamat ulang tahun kepadanya?”, kata Asrul yang membuat seisi kelas menjadi tertawa.
Seketika itu pula, suasana kelas menjadi lebih tenang. Namun, tidak berarti aku sudah berhasil menghentikan ulah-ulah nakal si para pembuat onar. Beberapa menit kemudian, mereka menghampiri kue tar yang terletak dengan rapi di atas meja yang telah dihias.
“Jangan kerumunin kuenya! Entar kalau jatuh gimana? Percuma ‘kan kita ngumpulin uang sampai ngorbanin uang jajan kita demi mendapatkan kue ini?”, kata Khafipa.
Lagi-lagi, para pembuat onar itu tak mendengar apa yang dikatakan oleh Khafipa yang lebih akrab disapa udztadzah itu. Mereka tetap saja membentuk lingkaran lalu mengitari kue itu sambil bernyanyi bagaikan aktor disinetron yang melakoni tokoh pasien rumah sakit jiwa. Sudah banyak yang menegur mereka, namun teguran itu hanyalah angin lewat bagi mereka. Aku dikejutkan dengan getaran meja tempat terletaknya kue itu. Hampir saja kue itu terjatuh  akibat ulahnya. Kenakalan teman-temanku itu membuat kesabaranku melenyap. Tanpa pikir panjang aku langsung saja memukuli mereka. Ternyata teman-temanku masih mempunyai kesadaran, hingga akhirnya mereka dengan sendirinya menjauhi meja tersebut.
“Semuanya sudah siap nih!”, lapor Ima.
“Eh, korek untuk nyalain lilin enggak ada!”, kata Anggi.
“Kalau itu gampang! Kita pinjam saja sama guru-guru di perpustakaan!”, kata Ika.
Obrolan kami terhenti ketika terdengar suara ketukan dari pintu kelas kami. Pintu itu dalam kondisi tertutup. Seseorang yang berdiri tepat dibalik pintu membuat semuanya terkejut. Orang itu tampak mencoba membuka pintu kelas kami. Sedang teman-teman berlari menuju bangku masing-masing. Seketika itu pula suasana menjadi hening. Semua penghuni kelas memberikan tatapan tajam lurus ke arah pintu. Jantung kami semua berdegup tak karuan. Siapakah sosok dibalik pintu itu? Dan… ketika pintu itu terbuka perlahan-lah, sosok itupun mulai terbaca.
“Pak Haris! Huufftt, bikin kaget aja. Kirain siapa!”, kata kami semua.
Aduh, tidak terbayang jika yang masuk tadi itu Ma’am Retna, kejutan kami belum sepenuhnya siap. Atau bagaimana jika yang masuk tadi itu Pak Kepala Sekolah? Pasti kelas kami dapat omelan lagi.
“Tinggal tiga menit lagi lalu jam istirahat!”, kata Nisa.
“Ayo nyalakan lilinnya!”, kata Chandra.
“Eh, tunggu dulu! Tapi siapa yang akan pergi memanggil ma’am?”, tanya Fitrah.
“Tenang saja, aku, Ika dan Aza yang akan menjemputnya!”, kata Anggi meyakinkan kami.
Tttrrriiiiiiiiiiiinnnnggg!!!.... Bel panjang tanda istirahat baru saja berbunyi. Anggi, Ika dan Aza segera berlari ke kelas VIII.1, tampat ma’am mengajar di hari itu. Sedangkan di kelas, Ari, Wanda dan Rahma membakar lilin.
“Ma’am gawat! Chandra dan Irfan berkelahi di kelas!”, lapor Anggi kepada ma’am dengan ekspresi wajah yang panik.
Di kelas, semua sibuk mengatur posisi. Ada Fatimah dan Alya yang berdiri di depan pintu. Siswa lain membelakangi meja tempat kue tar agar tidak terlihat oleh ma’am. Fatimah dan Alya telah mengaba-abakan kedatangan ma’am. Ketika aku menengok di balik pintu dan ingin menghitung mundur, alangkah terkejutnya aku, ternyata ma’am telah berada dihadapanku. Kulihat wajah ma’am sangat panik. Aku rasa, ia mempercayai laporan Anggi, Ika dan Aza. Ma’am lalu membuka pintu.
“HAPPY BIRTHDAY MA’AM!”, teriak kami semua.
Potongan-potongan kertas kecil dihamburkan para pembuat onar seketika itu juga. Aku ikut terkejut melihat itu semua, tak menyangka kejutan untuk ma’am akan semeriah ini. aku melihat senyuman dari raut wajah siswa-siswi kelas IX.1. Potongan kertas yang dihamburkan para pembuat onar menghasilkan butiran air bening yang terselip dibalik kelopak mata ma’am.  Aku tahu, itu adalah air mata haru. Satu per satu dari kami menyalaminya dan memberikan ucapan selamat.
“Wish you all the best, Ma’am!”, itulah yang terlontar dari mulutku. Tetesan air mata haru diperlihatkan sebagian dari kami, tak terkecuali aku.
Banyak kejadian lucu yang yang terjadi pada saat pemotongan kue. Saat ma’am untuk pertama kalinya memotong kue, banyak yang bertanya, “Untuk siapa potongan pertama itu?”. Suasana kekeluargaan yang diselingi candaan sangat terasa saat itu. Ari berkata, “Potongan pertama untuk siswa kesayangannya ma’am ataukah siswa teladan”.  Ma’am menjawab “semuanya ma’am sayang!”. Irfan berkata, “Siswa teladan adalah Irfan Karunia Sahid, siswa yang paling disayang!”. Semua tertawa. Aku tak mau kalah dan berkata, “Irfan memang murid teladan, telat datang pulang duluan!”. Suasana semakin seru ketika Ari melemparkan kue tar tepat menganai sasaran, yaitu wajah Irfan. “Muka Irfan jadi mirip kue tar, tuh!”. Yang lain jadi ikut-ikutan. Aku juga terkena lemparan.
Aku dan teman-teman sangat bangga bisa membuat kejutan untuk ma’am. Kejutan untuk ma’am tidak akan sukses bila tidak ada kerja sama yang baik oleh seluruh siswa-siswi kelas IX.1. Walaupun kejutan itu sangatlah sederhana, namun amat berarti bagi kami semua. Harapan kami ialah ‘semoga masa-masa ini dapat menjadi kenangan yang indah dan membekas di hati semuanya!’.