Terselip Cinta di Persahabatan
Oleh: Firda Amalia H
Oleh: Firda Amalia H
Fachry, Amel dan Ardi telah bersahabat sejak
duduk di bangku Sekolah Dasar. Ketika masuk SMP, Amel berpisah dengan kedua
sahabatnya. Karena keinginannya yang besar untuk bersekolah bersama Fachry dan
Ardi, akhirnya pada saat penaikan kelas IX ia pindah ke sekolah dimana kedua
sahabatnya bersekolah. Wanda orang yang sangat mengagumi Fachry, yang selama
ini menjadi sahabat karib Fachry, sangat iri melihat kedekatan Amel dan Fachry.
Ia berusaha untuk menghancurkan Amel dan siapapun wanita yang mendekati Fachry.
Namun, usahanya biasa dicegah oleh Taswin yang merupakan satu-satunya orang
yang tulus mencintai Wanda. Sedangkan, Novia dan Nurul adalah dua orang sahabat
yang selalu bersama.
(Di sudut kantin sekolah, terlihat dua sosok
remaja berwajah tampan. Mereka sedang bersenda gurau sambil membaca buku paket
Bahasa Indonesia. Datanglah seorang gadis remaja dari arah pintu kantin.)
Amel :
“Selamat pagi, kawan!” (Sapanya lalu mengambil tempat disebelah Ardi)
Fachry :
“Selamat pagi, Amel!”
Ardi :
“Pagi!”
Amel :
“Ry, boleh minta tolong?”
Fachry :
“Mau minta tolong apa?”
Amel :
“Hmm, Buatin aku puisi yah!”
Ardi :
“Puisi untuk apa, Mel?”
Amel :
“Untuk lomba baca puisi besok. Temanya terserah deh!”
Fachry :
“Okey!”
(Ketika mereka sedang asyik mencari tema
untuk puisi Amel, tiba-tiba datanglah dua remaja berparas cantik menghampiri
mereka)
Nurul :
“Assalamu Alaikum”
Novia :
“Selamat pagi kawan-kawanku semua.”
Fachry, Amel dan Ardi : “Waalaikum salam. Selamat pagi Nurul, Novia!”
Ardi :
“Ustadza Nurul datang, jiwa yang kokoh menghampiri” (gayanya yang humoris
disertai kata yang sok puitisi)
Nurul :
(tidak mempedulikan perkataan Ardi) “Kayaknya ada yang serius lagi buat puisi
nih!”
Fachry :
“Ya. Ini buat lomba baca pusinya Amel”
Novia :
“Lomba baca puisi? Berarti kamu nanti lawan Wanda kan?”
Ardi :
“Weitss, saingannya berat tuh!”
Amel :
“Nggak apa-apa kok. Kalau memang aku ditakdirkan kalah.. yaudah”
Nurul :
“Bener tuh! Kalau menang, Alhamdulillah yah!”
Novia :
“Ahh, tadi kamu dukung Wanda! Sekarang dukung Amel! Pilih mana sih?”
Nurul :
“Pilih dua-duanya! Nggak mihak siapapun!”
Ardi : (berbisik dengan Fachry) “Kalau
kamu dukung siapa?”
Fachry :
“Amel dong!”
Amel :
“Apa amel-amel?”
Fachry :
“Ardi, pulang sekolah kita pulang bareng yah! Motorku lagi di bengkel!”
(mengalihkan pembicaraan)
Ardi :
“Yoman!”
(Tanpa mereka sadari, ada Wanda di sudut
kantin lainnya yang sedari tadi memperhatikan perbincangan mereka)
Taswin :
(mengagetkan Wanda) “Hei!”
Wanda :
“Apaan sih! Ngagetin aja kerjanya! Sstt diem nggak?”
Taswin :
“Lagi ngapain sih, Beb!”
Wanda :
“Beb-beb, memangnya aku ini bebek?”
Taswin :
“Nggaklah! Masa cantik gini dibilang mirip bebek. Tapi, bawelnya memang sebelas
duabelas dengan bebek!” (katanya sambil mengambil tempat duduk disamping
Wanda).
Wanda :
(nyolot sambil berteriak) “Eyy, siapa yang nyuruh kamu duduk di situ?”
Krrriiiiiiiiiinnnnnnnggggggggg…….
(Bel tanda
masuk memanggil mereka untuk memasuki ruangan kelas)
(Keesokan
harinya ketika lomba puisi dimulai…)
Ardi :
“Awas! Lawannya berat tuh!”
Fachry :
“Good luck yah, Mel !”
Amel :
“Hhuuufftt (menghela nafas) Bismillahirrohmanirrohim.”
Wanda :
“Hei, nyerah aja deh! Daripada malu-maluin!” (serunya dengan wajah yang sinis)
Ardi :
“Udahlah. Nggak usah didengar!”
Amel :
(membacakan puisi yang telah dibuatkan oleh Ardi)
Taswin :
“Kalau sebagus ini, kamu bisa kalah, Wanda!”
Wanda :
“Hahahaa.. Nggak mungkin dek!”
(juri lalu mengumumkan pemenang lomba.. dan
ternyata yang jadi pemenang ialah Amel, bukan Wanda)
Amel :
“Alhamdulillah.., aku nggak salah dengar kan?”
Ardi :
“Salah! Tadi itu juri salah baca! Sebenarnya nama itu Wanda bukan Amel! Hahaha”
(ngeledek)
Wanda :
“Apa? Nggak salah, Bu?”
Taswin :
“Tadi, saya bilang juga apa?”
Wanda :
(menyambar Amel) “Permisi!”
Nurul :
(mengejar Wanda) “Tunggu!”
Novia :
(menyalami Amel) “Selamat yah! Kamu pantas mendapatkannya”
Amel :
“Iya. Makasih ya! Aku tidak akan pernah bisa tanpa dukungan dan kesetiaan dari
sahabat-sahabatku” (sambil melirik ke arah Fachry dan Ardi)
(Sepulang
sekolah, Wanda mendatangi Amel dibangkunya lalu berkata dengan nada yang kurang
menyenangkan di telinga Amel)
Wanda :
(datang dengan wajah yang kesal) “Kamu nyogok yah?”
Amel :
“Maksudnya?”
Wanda :
“Nyogok juri supaya kamu yang memenangkan lomba baca puisi itu!”
Nurul :
(membela Amel) “Kamu jangan sembarang bicara yah! Kamu pikir Amel ini orang licik
yang mau melakukan segala hal demi apa yang dia inginkan?”
Taswin :
“Ada apa ini?”
Amel :
“Sstt.. Beri dia kesempatan bicara dulu!”
Wanda :
“Ngaku kamu, Mel!”
Amel :
“Darimana kamu mendapat pikiran sehina itu?”
(Fachry yang telah meninggalkan ruangan
kelas kembali ke dalam ruangan karena mendengar keributan tersebut)
Wanda :
“Hei, kamu pikir aku bodoh? Mana mungkin kamu bisa mengalahkan orang yang juara
kedua baca puisi setanah air? Nggak masuk akal tau!”
Amel :
“Oh ya?” (tidak mempedulikan ucapan Wanda)
Wanda :
“Ngomong deh, mau kamu itu sebenarnya apa? Kamu itu selalu menghancurkan apa
yang kuinginkan! Kali ini, harapanku menjadi pemenang hancur gara-gara kamu!
Fachry yang dari dulu kuincar malah kamu yang dekatin! Kamu tuh memang dasar
dalangnya masalah aku!”
Nurul :
“Hei, sudah-sudah! Amel, lain kali apa yang Wanda mau nggak usah kamu ikutin!
Dan kamu Wanda, kalau kalah yah terima saja!” (ucapnya tegas)
Amel :
“Nggak bisa! Aku nggak terima difitnah sekeji ini!”
Wanda :
“Alasan kamu, Mel! Kamu memang pembawa sial! Dulu hubungan aku sama Fachry
baik-baik aja sebelum kedatangan kamu! Tapi, sekarang dia jadi lebih akrab sama
kamu!”
Taswin :
“Hmm, andai aja kamu bisa terima aku, Wan! Pasti masalahnya tidak akan serumit
ini!”
Amel :
“Oh, jadi Fachry yang menjadi sumber kebencian kamu terhadap aku? Asal kamu
tahu ya, sebelum aku pindah ke sekolah ini, daridulu itu aku, Fachry dan Ardi
memang sudah bersahabat sejak SD! Lagian kalau kamu memang suka sama Fachry,
ambil aja! Aku nggak pernah suka tuh sama dia! Aku sukanya sama Ardi”
Wanda : (mengecilkan
volume suaranya) “Tapi Fachry sukanya sama kamu! Kamunya aja yang bego’ nggak
pernah menyadarinya!”
Nurul :
“Apa? Kamu bilang apa?”
Wanda :
“Nggak! Misi!” (meninggalkan ruangan dengan raut wajah yang malu)
(Mendengar
kata-kata Amel yang begitu menyiksa batinnya, Fachry lalu berlari menuju taman
sekolah)
(Sesampainya di
taman, Fachry melihat Novia menangis dan berkali-kali mengelus dadanya sendiri.)
Novia :
“Ahh… Kenapa aku seperti ini? Nggak mungkin!” (bertatih-tatih)
Fachry :
“Kamu kenapa?” (katanya sambil mengambil
sepucuk surat kesehatan)
Novia :
(seolah-olah ia sudah capek bersabar ia lalu berteriak kemudian berkata) “Ini
nggak mungkin! Nggak mungkin! Sungguh, tuhan nggak adil!”
Fachry :
(kaget) “Haah? Kanker otak? Novi?”
Novia :
(merebut kertas tersebut dari Fachry) “Pergi!” (lalu menangis)
Fachry :
“Siapa yang mengetahui ini?”
Novia :
(menatap wajah Fachry) “Kamu!”
Fachry :
“selain itu?”
Novia :
“Dokter!”
Fachry :
“Taswin, sepupu kamu? atau Nurul, sahabat dekat kamu?”
Novia :
(menggeleng) “hanya Wanda, setelah
dokter dan sebelum kamu yang mengetahuinya!” (diiringi tangisnya yang semakin
menderas)
Fachry :
(menepuk pundak Novia kemudian memegang tangannya) “Sabar yah! Tunggu sebentar!”
(kebiasaan Wanda diam-diam mengikuti Fachry
kemanapun ia pergi. Saat melihat kedekatan Novia dan Fachry ia lagi-lagi
diselimuti perasaan cemburu dan mempunyai niat jahat kepada Novia. Saat Fachry pergi
untuk membeli sebatang cokelat untuk Novia, Wanda menghampiri Novia)
Wanda :
“Apa tujuan kamu mendekati Fachry?”
Novia :
(mengusap air matanya) “Nggak ada, kok!”
Wanda :
(mendorong Novia hingga akhirnya terjatuh) “Bohong! Ada hubungan apa kamu
dengan Fachry? Kenapa Fachry memegang tangan kamu?”
(Amel yang sedang berjalan dengan Nurul
melihat Novia diperlakuklan seperti itu lalu berlari menuju arah Wanda.
Taswin,Ardi dan Fachry juga dari arah yang berbeda-beda menuju tempat itu. Tapi
diantara empat cewek, hanya Wanda yang menyadari kehadiran ketiga cowok itu)
Amel :
(mendorong Wanda) “Maksud kamu apa sih Wanda? Kayaknya setiap orang yang dekat
dengan Fachry pasti kamu jahatin!”
Nurul :
(membangkitkan Novia) “Wanda, nggak boleh sekasar ini!”
Wanda : “Kalau
seandainya kalian berada diposisi aku bagaimana tanggapan kalian?”
Amel :
“Sayang yah sayang! Tapi jangan gini juga kali! Yang lain jadi korbannya!”
Wanda :
“Kamu bicara seperti itu karena kamu tidak pernah merasakannya!” (membesarkan
volume suaranya)
Amel :
“Sok tau kamu, Wan! Kamu nggak pernah tahu kalau aku suka sama Ardi! Banyak
cewek yang incar dia, tapi aku juga nggak pernah say what! Mau tau alasannya
apa ? Aku nggak pernah niat tuh pacaran sama Ardi. Aku takut nanti kalau aku
cekcok sama dia hubungan aku bakalan hancur, persahabatan yang dulunya begitu
indah menjadi suram tak berarti. Maka dari itu, aku jadikan dia sahabat agar
dapat memiliki dia seutuhnya. Kamu tuh, yang salah ngartiin cinta kamu ke
Fachry! Kalau memang cinta, nggak gitu Wanda!”
Ardi :
“Syukurlah, tidak bertepuk sebelah tangan, Ry ! Nyatanya, Amel juga suka sama
..”
Novia :
“Sudah, sudah! Kalian jangan berantem lagi!”
Wanda :
“Kalian semua itu munafik tau! Amel, kamu nggak pernah kan berani bilang sama
Ardi kalau kamu itu cinta sama dia? Kamu Novi, katanya best friend sama Nurul?
Tapi kok dia nggak tau penyakit kanker otakmu yang sudah parah itu? Semoga
aja..”
Nurul :
“Novia, benar kamu….” (terkejut)
Fachry :
“Wanda, ini bukan yang tepat untuk nyatakan ini semua! Dasar mulut ember!
Benar-benar kamu tidak bisa membedakan mana kata-kata yang bisa diucapkan dan
mana yang tidak”
Taswin :
“Novia, bahkan orang tuamu juga tidak tahu!”
Amel :
“Wanda, kamu jangan doain orang yang buruk-buruk! Keterlaluan kamu.. Mau kamu
itu apa sih ? selalu saja mengacau!”
Wanda :
“Mau tau apa mauku? Aku mau ngancurin kamu, Mel! dan juga kamu, Novia! Itu
salah kalian karena telah merebut hati Fachry! Cewek gak punya perasaan”
Amel :
(menampar Wanda) “Dek, kalau punya mulut dijaga! Jangan asal ceplos. ”
Fachry :
“Dasar cewek tidak tahu malu!”
Ardi :
“Makanya, kalau cari teman jangan yang suka nongkrong di bar!”
Wanda :
“Jangan sembarang ngomong kamu!”
Amel :
“Ngapain mesti marah? Memang gitu kok faktanya!”
Novia :
(berteriak lantang) “Hentikaaann! Memangnya ada untung kalian berantem? Kepala
aku sakit mendengar kalian!Nurul, maafin aku nggak bisa jujur sama kamu!”
Nurul :
“Bukan masalah itunya Nov, Tapi kok bisa-bisanya aku nggak tahu penyakit kamu
sedang Wanda tahu semuanya!”
Wanda :
“Yaa.. itu karena kamunya aja yang bego’!”
Amel :
“Ayo! mulai lagi Wanda!”
Wanda :
“Isshh, bodo’ amat! Bukan masalah ku juga kok!” (berjalan meninggalkan taman sekolah)
(Keesokan harinya, tidak ada lagi masalah
yang terdengar di sekolah itu. Tiga minggu berturut-turut suasana disekolah
menjadi aman dan nyaman karena ketidakhadiran Wanda. Banyak orang yang
mengatakan bahwa ia telah pindah sekolah. Sebagian besar siswa merasa senang
mendengarkan gossip yang belum tentu benarnya itu. Namun, ada yang berbeda pada
Fachry, Ardi dan Amel.)
Fachry :
“Sudah tiga minggu Wanda Enggak masuk.”
Amel :
“Ciee.. kangen yah?”
Ardi :
“Bukannya kamu senang dia sudah minggat?”
Fachry :
“Enggak juga, sih. Kalau dibilang kangen pasti yang paaaaling kangen dia tuh” (menunjuk
ke arah Taswin)
Amel :
“Tapi, kalau aku sih memang bener-bener kangen sama dia! Kangen brantem lebih
tepatnya! Hahah.”
Ardi :
“Iyayah. Sepi juga nggak ada dia!. Kasihan aku melihat saudara Taswin!”
Krrriiiiiiiiiinnnnnnnggggggggg…….
(Bel jam masuk pelajaran telah berbunyi.
Ketiga sahabat itu memasuki ruangan kelas. Amel meminta Nurul agar ditemaninya
ke kamar kecil. Beberapa saat kemudian, masuklah seorang siswa dengan perban di
kepalanya ke ruangan kelas. Semua siswa menertawakannya. Ia lalu mengamabil
tempat di bangku Wanda. Fachry dan Ardi tampak kebingungan melihat sosok itu
yang kemudian menanyakan hal tersebut kepada Taswin yang sejak ketidakhadiran
Wanda menjadi pemurung. Beberapa kali Ardi memanggil Novia yang bangkunya bersampingan
dengan orang yang kepalanya berperban tersebut, namun Novia terlalu disibukkan
dengan tugas Bahasa Indonesia.)
Nurul dan Amel : “Assalamu Alaikum”
Amel :
“Sekedar info, Ibu Nurfiah ada rapat di kantor dinas. Rencananya ia akan
kembali jam 9.00. jadi, untuk pelajaran Metematika kali ini kita tidak mendapatkan
panduan”
Nurul :
“Mel, liat di sana!” (menunjuk ke arah gadis yang kepalanya diperban)
Amel :
(menghampiri orang tersebut) “Wanda? Ini kamu kan?” (ucap Amel yang menjadi
perhatian seisi kelas)
Novia :
(terbangun dari keseriusannya mengerjakan tugas kemudian menoleh ke arah
seseorang dengan perban dikepalanya yang duduk tepat diseberang bangkunya)
“Wanda? Mana?” (tanyanya ke Nurul)
(Taswin bangkit dari lamunannya tantang
Wanda. Bersama Ardi dan Fachry, Taswin menghampiri Amel
Taswin :
“Wanda? Mana?” (tanya Taswin ke Amel)
Nurul :
“Tuh!”
Amel :
“Kamu Wanda kan?”
Wanda :
“Hhyyaa!”
Novia :
(memeluk Wanda) “Aku kangen sama kamu!”
Wanda :
“Kalian nggak marah sama aku? Aku minta maaf apabila selama ini banyak berbuat
jahat kepada kalian semua.” (menundukkan kepala)
Nurul :
“Nggaklah! Buat apa marah, aku itu selalu ada di tengah-tengah kalian semua”
Taswin :
“Sama! Benar apa yang diucapkan Nurul!”
Fachry :
“Hmm.. Wanda, kamu itu cantik, pintar pasti kamu akan dapatkan laki-laki yang
lebih baik dari aku”
Amel :
“Walaupun kamu nyebelin, egois, maunya menang sendiri, selalu melimpahkan
kesalahan sama orang lain, tapi tetap kamu teman kita! Tahu nggak, akutuh
kangen sama kamu!”
Ardi :
“Yup”
Wanda :
“Kalian mau kan memaafkanku?”
Semuanya : “Mengapa tidak?” (sambil tersenyum)
Setelah mengalami kecelakaan, Wanda menjadi
tersadar akan kejahatan yang dilakukannya selama ini. Pada akhirnya, mereka
berdamai dan saling meminta maaf. Wanda telah menjadi sahabat baru mereka.
Mereka tidak akan pernah melupakan pertengkaran-pertengkaran serta kejahatan
Wanda di masa lampau, bukan berarti dijadikan dendam, melainkan menjadikannya
pelajaran untuk kehidupan yang lebih baik di masa yang akan datang.
---
P.s.: Mohon bila ingin dijadikan referensi, cantumkan sumbernya dan hubungi saya dulu, yah. Terima kasih. ^^
---
P.s.: Mohon bila ingin dijadikan referensi, cantumkan sumbernya dan hubungi saya dulu, yah. Terima kasih. ^^