BERPETUALANG DI PULAU NUSANTARA
Oleh: Firda
Amalia H.
Alkisah… Ada tiga orang pemuda di Pesisir
Laut Sulawesi. Mereka sedang merenungi nasib liburan panjang mereka. Hingga
satu diantara mereka mulai merasa bosan, dan memulai percakapan.
Udin : Baso, Besse, apa
bagus dibikin ini? Kosongta.
Baso : Tapi nda bosan jako
liatka toh?
Besse : Libur panjang
begini, masa di sini terus jaki tiap hari. Bosanma.
Besse : Bagaimana kalau kita
buat film?
Udin : Film apa mau kau
bikin? Mauko jadi artis?
Besse : Film pendek, mauka
koleksi.
Udin : Mau nuapai koleksi
film pendek? Mauko jadi produser?
Baso : Bagaimana kalau
kita keliling Indonesia?
Udin dan Besse: Hah?
Besse : Ka banyakji uang.
Udin : Sadar jako itu
Baso? Gila ini kapang orang eh.
Besse : Nukira itu keliling
Indonesia sama bilang dikelilingi pulau barrang, lae-lae, samalona dan
sekitarnya?
Udin : Ke Jakarta saja,
nabilang nenekku, dua minggupi orang baru sampai.
Baso : Iya, saya tahu itu.
Dulu waktu kecil saya punya mimpi. Ingin berjelajah keliling nusantara, dan
saya rasa sekarang adalah saat yang tepat. Bersama kedua sahabatku, akan
kutaklukkan laut nusantara.
Udin : Baguski itu. Ayomi
cepatko. Tapi naik apaki?
Baso : *menunjuk kayu*
Udin : Maksudmu?
Baso :
Kita berlayar keliling Indonesia pakai kapal kebanggaan Negeri
Indonesia. Ketenaran dan ketangguhan kapal ini sudah terdengar di seluruh
dunia. Sudah sejak sekitar abad ke-14, Kapal ini sudah berlayar dan menjelajah
samudera di seluruh dunia. Kapal ini bukan sembarang kapal, melainkan kapal
yang istimewa. Kapal ini dibuat oleh tangan-tangan ahli tanpa menggunakan
bantuan peralatan modern. Seluruh bagian kapalnya terbuat dari kayu dan
dirangkai tanpa menggunakan paku. Meskipun demikian, Kapal ini telah
membuktikan keistimewaannya dengan menaklukkan samudera-samudera dan menjelajah
negara-negara di dunia. Walaupun terbuat dari kayu, kapal ini mampu bertahan
dari terjangan ombak dan badai di lautan lepas. Kalian pasti sudah tahu kapal
apa yang saya maksud. Ya, yang kumaksud itu kapal pinisi, kapal layar kebanggan
masyarakat Sulawesi Selatan.
Besse : Yakinko?
Baso : Ya. Dengan tekad
yang bulat, dengan semangat yang membara, dengan doa dan petunjuk dari yang
maha pencipta, saya yakin. Bagaimana? Mau jako?
Besse : Ya, saya juga mau
ikut. Tapi, minta izinka dulu sama tettaku. Kau iya Udin?
Udin : Edede, mallaka
saya. Sebentar rindua gang sama mamaku. Nda ada masakkanka nasi, buatkanka
susu, ah nda mau ja saya ikut.
Baso dan Besse menatap Udin sembari meyakinkannya.
Udin : Itu, kau dua orang
kayak susah sekali kalau nda ikutka, nda bisa hidup tanpa saya. Iyo pade,
ikutja. Tapi...............
Besse : Tapi apa sede?
Udin : Pertama, harusko
minta izinkanka di mamaku. Kedua, harusko bantuka kemas barang-barangku, ketiga
harusko bisa buatkankan makanan sama susu tiap hari, keempat paling penting,
pokoknya harusko jagaia dari apapun yang terjadi.
Besse : Ommale, kenapa
banyak sekali persyaratannya? Nda bisami nego itu?
Baso : Baiklah. Kami akan
mengikuti maumu.
*di rumah Baso*
Baso : Assalamualaikum,
Pak, Bu.
Bapak dan Ibu Baso: Waalaikumsalam, Nak.
Baso : Hmm, Pak, Bu, masih
kita ingat waktuku kecil, pernahka bilang mau kelilingi tanah airku tercinta,
Indonesia, dari sabang sampai merauke.
Bapak : Iya, nak. Masih
kuingat sekali.
Ibu : Jadi kenapai nak?
Baso : Begini Pak, Bu,
berhubung karena libur panjangka ini, daripada kosong, nda ada kegiatanku, jadi
berfikirka untuk wujudkan impian ku sejak kecil bersama sahabat kecilku, Besse
dan Udin. Jadi mohon sekalika ke kita Pak, Bu, supaya diizinkanka kelilingi
tanah airku tercinta ini.
Bapak : Naik apako, nak?
Baso : Masih kita ingat
cerita perahu pinisi yang selalu kita ceritakan waktuku masih kecil?
Ibu : Maksudmu nak,
mauko berlayar kelilingi ini nusantara pakai perahu pinisi?
Baso : Benar sekali, Pak,
Bu.
Ibu : Astaga nak,
beranimu itu eh.
Bapak : Bisa jako jaga
dirimu?
Baso : Sejak kecil kita
ajarka mandiri, Pak, Bu, jadi kumohon kasika kepercayaan untuk bisa wujudkan
ini impianku.
*Ibu dan Bapak Baso berpikir dan berunding sejenak*
Ibu : Pak, bagaimana
ini? Takutka nanti ada apa-apanya anakku
Bapak : Kasih kepercayaan Bu.
Ibu : Tapi, kodonge
anakku.
Bapak : Ssst, tenang maki.
Baso : Pak, Bu,
diizinkanja?
Bapak : Iya, nak. Hati-hati
mamiko di.
Ibu : Sebentar saya
siapkan barang-barang yang harus nubawa
*di rumah Besse*
Besse : Assalamualaikum,
ummi mauka pergi besok keliling nusantara.
Ummi : *sedang makan
tiba-tiba tersendak” apa? Keliling nusantara? Sama siapako sede?
Besse : Sama Baso sama Udin
Ummi : oh iyo pergi mako
Besse : Betulki? Pergima?
Tetta : Pergi mana?
Besse : Tanyami ummi,
natauji itu.
*di rumah Udin. Baso dan Besse dating membawa celengan
masing-masing”
Baso dan Besse: Assalamualaikum, tante.
Mama : Waalaikumsalam
Udin : Maaa…. Mau bicara
Baso sama Besse.
Mama : Kenapako nak?
Baso : Begini tante. Saya
Besse dan Udin, mau wujudkan mimpi menaklukkan lautan nusantara
Mama : Ah? Jangko tinggi
dudu bahasamu nak. Jadi maksudmu ini apa?
Besse : Begini tante, kita
ke sini mau kasih minta izinkan Udin untuk pergi berlayar
Mama : Oh begitu. Apa?
Berlayar? Ke mana?
Besse : Keliling Indonesia,
tante.
Udin : Mama, jangki
izinkanka L
Mama : Kenapa ko nda mau
pergi? Bagus itu, kau belajar juga mandiri.
Baso : Iya,tante. Benar
sekali itu.
Udin : Tapi, ma, janganki
lupakankaaa.
Mama : Tidak akan pernahko
kulupa nak.
*pagi harinya, Udin, baso dan besse sudah siap dengan barangnya
masing-masing. Mereka bersalaman dengan ibu dan bapak mereka*
Baso : Pak, Bu, doakan
saya agar bisa menghadapi semua tantangan selama perjalanan. Restui saya dalam
menggapai angan dan impian kecilku. Di sini, tanah kelahiranku, tempatku
dibesarkan, akan selalu kukenang sepanjang masa. Doakan kami agar selamat
kembali ke kampong kami. Doakan kami agar bertemu orang-orang hebat di sudut
lain tanah air kami. Doa kalian, para orang tua, yang akan menjadi lentera
kehidupan kami.
Udin : Ma, untuk pertama
kalinya pergika jauh-jauh dari hidupta. Bakalan rinduka sama masakanta, bakalan
rinduka sama omelanta, besok-lusa , ditengah lautka berjuang sama sahabatku
melawan ombak. Di tengah kegelapan, hanya ditemani purnama bulat terang.
Paginya, bukanmi kita kasih bangunka, bukanmi kita buatkanka sarapan, bukanmi
senyumta yang akan selalu kuliat. Maafkanka kalau ada salahku sama kita, ma.
Besse : Pak, Bu. Selama ini
Besse selalu dikenal sebagai anak yang tidak bisa apa-apa, selama ini Besse
selalu minta uang, habiskan uang, hambur-hamburkan uangnya Bapak. Selalu
melawan orang tua, keras kepala, nda mau mendengar, pergi tidak pamit, tapi
sekarang pamitka ini di kita berdua karena jalan yang kulewati sangat panjang.
Minta maafka selama ini selalu merepotkanki berdua, selalu buat susah, selalu
banyak maunya, tidak mau diperintah, mohon maafka Pak, Bu.
Baso : Kala mentari
perlahan naik menghias langit. Ufuk timur mulai menjingga. Kulangkahkan kaki
menyambut datangnya pagi. Sinarnya akan siap menamani. Sebuah harapan baru.
Angan dan impian siap tuk diraih. Lautan yang siap tuk diarungi. Demi sebuah
cita-cita mulia, menjelajahi ibu pertiwi.
Udin : Dengan tekad yang
bulat, dengan doa yang tiada henti dari orang tua, dengan keyakinan kepada
tuhan, dengan semangat dari asa yang siap membara, dengan indera yang akan
terus berjuang, dengan sahabat yang paling setia.
Besse : Indonesia, tanah kelahiranku nan indah permai
kebanggaanku. Di sini kuberdiri, ikrarkan janji, untukmu negeriku, suci nan
abadi…
*lagu Indonesia Jaya, terputar*
*sampai di Kalimantan*
Besse : Welcome to
Balikpapan!!! Capeknyaaaaaaaa.
Baso : Pualu Borneo,
senangnya bias sampai di sini.
*datang pemuda Balikpapan*
Besse : Permisi. Dimana ada
mushollah sekitar sini.
Baso : Perkenalkan, kami
dari Makassar. Namaku Baso. Ini Besse dan ini Udin.
Seno : Oh, dari Makassar.
Saya Seno. Cari siapa di Kalimantan?
Udin : Merantau. Mauki
pergi keliling-keliling ke dari Aceh sampai Papua.
Seno : Wah, keren. Saya
boleh ikut?
Besse : Mau ikut jelajah
nusantara?
Baso : Kamu yakin? Banyak
tantangannya loh.Kita kelilingnya pakai perahu itu.
Seno : Ya, kenapa tidak?
Udin : Ada syaratnya
Seno : Syarat apa itu?
Udin : Kamu harus bawa
kami keliling Kalimantan. Dari timur, ke utara, ketengah, ke selatan sampai ke
barat. Deal?
Seno : Baiklah kalau
begitu. Berarti perahunya harus dikirim ke Pontianak.
Besse : Caranya?
Seno : Iya, dititip di
kapal pesiar.Tenang, nanti saya yang urus itu.
Baso : Alhamdulillah,
terima kasih Seno.
Besse : Kalau begitu,
sekarang kita cari tempat untuk istirahat dulu, ibadah baru lanjutkan
perjalanan.
Seno : Mari, saya antar.
*lagu Kalimantan terputar*
Udin : Dimana kita
sekarang?
Seno : Ini daerah
terjadinya perang sampit
Udin : Perang sampit itu
apa?
Seno :
Konflik Sampit adalah pecahnya
kerusuhan antar etnis di Indonesia, berawal
pada Februari 2001 dan berlangsung sepanjang tahun itu. Konflik ini dimulai di
kota Sampit, Kalimantan Tengah dan meluas
ke seluruh provinsi, termasuk ibu kota Palangka Raya. Konflik
ini terjadi antara suku Dayak asli dan
warga migran Madura dari pulau Madura. Konflik
tersebut pecah pada 18 Februari 2001 ketika dua warga Madura diserang oleh
sejumlah warga Dayak.[2] Konflik
Sampit mengakibatkan lebih dari 500 kematian, dengan lebih dari 100.000 warga
Madura kehilangan tempat tinggal. Banyak warga Madura yang juga ditemukan dipenggal kepalanya oleh suku Dayak.
Udin : Ih, ngerinya di.
Untung sekarang sudah tidak ada lagi.
*tari Kalimantan*
*sampai di Sumatera*
Baso : Alhamdulillah,
sampai di pulau kedua.
Seno : teman-teman, mau
kemana kita? Sekarang pukul 3 pagi.
Besse : Ayo kita cari mesjid
saja, sambil menunggu adzan subuh.
*Mereka sampai di suatu tempat di sudut kota Aceh, tempat yang sangat
gaduh. Mereka melihat gadis sebaya mereka menangis sendirian*
Baso : Tempat apa ini?
Berantakan sekali.
Rahmi : Kalian siapa? Caria
pa di sini? Ini kawasan terlarang!
Seno : Maaf, kami sedang
mencari mesjid, tapi sepertinya kami tersesat.
Baso : Kamu kenapa sendirian di sini?
Rahmi : *menangis* aku memang
tidak punya siapa-siapa! Pergi kalian!
Udin : Sekke’na ini cewek!
Pandan : Eh, tunggu,kalian
mau pergi meninggalkan dia sendiri di sini?
Udin : Ka nausirki. Jadi,
ayomi pergi.
Baso : Kalian berdua mau
kemana? Kalian tidak tahu jalan, kan?
Besse : Namaku Besse.
*mengulurkan tangan*
Rahmi : Rahmi
Besse : Kenapa kamu sendiri
di sini? Ini tengah malam loh. Nggak dicariin sama orang tua kamu?
Rahmi : Siapa yang cari aku?
Tak ade yg peduli. Ummi, abah, semuanya sudah tak ada!
Seno : Keluarga kamu
kemana?
Rahmi : 26 Desember 2004.
Tepat sepuluh tahun yang lalu, tsunami itu datang menerjang kota kami.
Merenggut nyawa orang tua kami, merenggut nyawa adik-adik kami, terhanyut di
bawa air laut, memisahkan kami. Aku, yang waktu itu masih bocah lugu yang duduk
di bangku taman kanak-kanak harus menyaksikan tragedi miris yang menyisakan
trauma. Aku yang harus terpisah orang-orang yang terkasih. Aku, yang tak
diizinkan tuhan pergi bersama keluargaku yang lain. Aku yang menjadi sebatang
kara menahan luka dan pilu ditinggal ummi dan abah. Aku yang dipaksa mandiri
oleh tuhan. Kota ini, kota kecilku yang dulunya indah dihias senyum, canda dan
tawa dari orang-orang terkasih, kini hanya tinggal puing-puing, sisa reruntuhan
yang menjadi saksi bisu kejamnya alam merampas kebahagiaan kami.
*lagu kulihat ibu pertiwi, terputar*
Baso : Rahmi, kami ini
anak-anak Indonesia dari pulau Sulawesi dan Kalimantan yang sedang merantau di
Pulau Sumatera.
Seno : Kami akan melakukan
perjalanan menjelajahi nusantara.
Udin : Daripada kamu
sendiri di sini, mending kamu ikut kami, merantau, bertemu orang-orang baru.
Kamu mau ikut, nggak?
Rahmi : Di sini lebih baik.
Besse : Sepuluh tahun sudah
berlalu, kamu harus bangkit dari kesedihan. Tidakkah kamu ingin melihat
indahnya Aceh pasca tsunami menerjang?
Baso : Ayo, Rahmi
berpetualang bersama kami. Di depan sana, akan sangat banyak pelajaran berharga
yang akan kita terima.
Rahmi : Benarkah?
Pandan : Iyaaa, kita akan
banyak belajar budaya nusantara
Seno : Jika kamu tidak
segera bangkit dari kesedihan yang sudah sepuluh tahun kamu alami, itu akan
memperburuk keadaanmu, Rahmi. Sesungguhnya Allah tidak akan memberikan cobaan
kepada makhluknya, apabila cobaan itu tak sanggup dihadapinya.
Rahmi : Terima kasih,
teman-teman.
Pandan : Gimana Rahmi? Mau
ikut dengan kami?
Rahmi : *menganggukkan kepala
dan tersenyum*
*tarian sumatera*
Pandan : Selamat datang di
Sumatera Barat.
Seno : Yeee kita sampai di
Padang Pariaman!!!
Baso : Rancaaaa’ banaaa
Udin : Bahasa apa itu?
Raca-raca taipaji nakke kuisseng.
Besse : Lapar. Itu ada
warung. Ayo ke sana.
Udin : Selama di kampong
halaman saya tidak pernah makan di rumah makan padang. Sekalinya sekarang,
rumah makan orang padang aslimi ina iya kumasuki.
*sampai di warung mereka ditegur karena terlalu ribut*
Tegar : Kenapa kalian ribut
sekali?
Udin : Hei, kau pasti
orang batak toh?
Tegar : Iyalah jelas, kau
tak dengar cara saya ngomong he?
Seno : Halo, Batak. Saya
Seno dari Samarinda.
Tegar : E kau ini, nama seya
Tegar lah, bukan batak. Batak itu suku saya. Caria pa kalian ini?
Baso : Halo, Tegar. Saya
Baso dari Makassar.
Tegar : Kau pasti orang
kasar
Besse : Saya juga dari
Makassar. Kata siapa Makassar kasar?
Tegar : Saya nonton tipi
tawuran lagi di Makassar.
Udin : Hei Tegar, tidak
semua orang Makassar itu kasar, contohnya saya. Saya ini halus sekali.
Pandan : Halo, Tegar. Saya
dari Dayak.
Tegar : Kalian mau makan?
Saya kasih gratis mumpung lagi banyak rezki.
Rahmi : Saya Rahmi, kita satu
pulau, saya dari Aceh.
Seno : Tegar, kau mau ikut
berpetualang dengan kami? Keliling nusantara.
Tegar : Kita ke papua juga?
Ada kakak di sana.
Baso : Iya, Tegar. Tapi,
Papua itu kunjungan terakhir kita.
Tegar : Tidak papalah, yang
jelas saya ketemu sama kakak. Sudah lima tahun kita tidak ketemu. Sebelum kita
melangkah ke tanah yang lebih jauh, saya akan membawa kalian semua ke Pantai
Aie Manih atau akrab disebut sebagai Pantai Air Manis adalah salah satu tempat
wisata di Padang yang paling terkenal. Pantai ini terkenal dengan legenda Malin Kundang
dan dipercaya sebagai bukti bahwa legenda tersebut benar-benar nyata. Kisah
Malin Kundang sendiri bercerita mengenai seorang anak yang tidak mengakui ibu
kandungnya sendiri setelah ia menjadi seorang yang kaya raya. Kemudian Malin
Kundang dikutuk menjadi batu, dan batu tersebut berada di Pantai Aie Manih
(Pantai Air Manis). Selain terkenal dengan batu Malin Kundang, pantai ini juga
menawarkan pemandangan yang indah dengan Gunung Padang sebagai latarnya, serta
gelombang yang aman untuk wisata pantai.
*lagu Batak terputar*
Tegar : Selamat tinggal Sumatera, saya ke Papua dulu.
Pandan : Tunggu dulu, saya
mau beli mpek-mpek Palembang, mumpung lagi diPalembang.
Rahmi : Cepat, Rahmi. Kita
sudah mau berangkat ini.
Baso : Tunggu, perahunya belum
didapat.
Tegar : Macam manalah kau
ini kenapa perahu belum dapat? Jangan-jangan kalian tipu saya.
Udin : Tenang dulu Tegar.
Kita sudah minta ke orang yang di pelabuhan bawa perahunya ke Palembang.
Besse : Itu sana! *menunjuk
perahu*
*berlari menuju perahu*
Baso : Dua pulau telah
kita lewati, selamat menikmati perjalanan menuju Jawa.
Seno : Perjalanan menuju
jawa tidak akan membutuhkan waktu yang lama, dua-tiga hari kita akan sampai di
Banten.
Pandan : Semangat, kawan!
Semua : Semangat!
*lagu bukalan semangat baru terputar*
Seno : Sudah sampai,
selamat datang di Paris van Java
Udin : Mau kemanaki lagi?
Rahmi : Menurut peta, kita
harus ke…… sana!
Baso : Paris van Java,
bandung lautan api.
*lagu halo-halo bandung terputar*
Besse : Kalau belok kanan
kita ke Banten, lurus-lurus tembus Jakarta, belok kiri Jawa tengah. Kemana dulu
kita?
Baso : Ayo jalan!
Udin : Eh taman jomblo!
Pandan : Mana? Mana?
Besse : Ke sana yuk
*datang pencopet mencopet tas Besse*
Besse : copeeeetttttt
*pemuda yang melihat copet tersebut segera meringkusnya*
Asep : Hati-hati atuh
neng. Di sini mah banyak copet. Kudu merhatiin barang bawaan.
Rahma : Akang namanya teh
siapa?
Udin : Mana ada teh?
Hauska ini.
Asep : Namana Asep.
Akang-akang sama eneng-eneng boleh manggil Asep
Udin : Oh, asep orang
Bandung?
Tegar : E kau ini. Sudah
jelas dia ngomong seperti itu. Pake nanya lagi kau ini.
Asep : Akang-akang teh
dari mana? Cari apa di Bandung?
Rahma : Kita anak-anak
Indonesia yang ingin meraih mimpi keliling nusantara
Baso : Asep mau ikut dengan
kami?
Asep : Gimana caranya
keliling nusantara? Asep ga punya duit ey.
Pandan : Duitnya masalah
belakangan kang asep. Yang penting punya niat.
Asep : Boleh? Tapi naik
apa?
Seno : Naik perahu pinisi,
perahu kebanggaan orang sulsel.
Asep : Emang cukup?
Tegar : Tenanglah, perahunya
besar kok.
*tari Jawa terputar*
Udin : Selamat datang di
Malioboro.
Pandan : Jogjaaaaaa
Asep : Kita teh mau ke
mana lagi ini?
Tegar : Aku pegal ini.
Istirahatlah dulu kita.
*mereka beristirahat, datang lagi pencuri merampas tas Udin*
Udin : Taskuuuuuuu,
uangku, maaaaa….
*teman-temannya berusaha mengejar pencuri, namun tidak dapat dan
akhirnya kembali ke Udin*
Tegar : Cepat sekali larinya
pencuri itu.
Seno : Tasnya sudah
diambil
*Udin menangis*
Udin : Saya mau pulaaaang!
Besse : Pulang? Tapi….
Udin : Pokoknya mauka
pulang. Mamaaaa….
Asep : Jangan pulang atuh,
Co. perjalanan kita kan masih panjang.
Baso : Tenang, Udin.
Jangan panik. Mungkin tasmu sudah waktunya untuk hilang. Kita harus ikhlaskan, Udin.
InsyaAllah jika kita ikhlas, nanti akan ada gantinya yang lebih baik, percaya Udin.
Udin : Nda mauja! Dari
awal saya menolakma nda mauja ikut sama kau berdua. Tapi nupaksaka terus. Liat
mko toh? Beginimi jadinya!
Besse : Kenapa kau nda
batalkan sebelumta pergi? Ini setengah perjalanan maki! Masa mauko pulang?
Udin : Jangan mko banyak
bicara!
Asep : Ngomong apa teh,
gak ngerti.
Tegar : Kenapa ini?
Baso : Sudah-sudah, kalian
jangan bertengkar. Memperkeruh keadaan.
Udin : Pokoknya saya mau
pulang!
Besse : Pulang mako sana!
Anak mama nda dibutuhkan disini. Jadi parasit, menyusahkan orang lain!
Udin : Oke, kalau itu
maumu. Pergima!
*Udin pergi, kemudian dikejar Seno dan Rahmi*
Seno : Udin, serius mau
pulang? Misi kita belum selesai.
Rahmi : Iya, Udin. Jangan berpikiran
sempit begitu.
Udin : Ah, saya tidak
peduli. Pokoknya saya mau pulang. Pakai perahu, biar sendirian tidak apa-apa.
Saya tidak butuh mereka berdua!
Seno : Tapi, Udin….
Udin : Kalau kalian mau
ikut dengan saya, silakan.
*di rombongan Baso*
Tegar : Bagaimana ini? Udin
pergi
Besse : Sudah, jangan
diurusi. Terserah dia mau ke mana. Nanti pasti kembali kok.
Asep : Kalau nggak balik
gimana atuh?
Baso : Tenang, Udin pasti
bias menjaga dirinya sendiri. Apalagi, dia tidak sendiri. Dia bersama Seno dan
Rahmi.
Pandan : Bikin pusing saja Udin
itu.
Tegar : Sekarang kita
kemana?
Baso : Lanjut perjalanan
kepulau terakhir, Papua!
Besse : Jadi Udin? Kita
tinggalkan di sini?
Baso : Kan dia sama Seno.
Asep : Bener atuh kita mau
ke Papua?
Tegar : Kau ini kan tadi sudah
dibilang. Sebenarnya kau mau ikut atau tidak?
Asep : Mau. Tapi, saya teh
cuma ngerasa aneh. Soalnya baru pertama kali ninggalin kampong. Terlalu cinta
mah saya sama kampong.
*lagu desaku yang kucinta terputar*
Tegar : So, gawat ini.
Mungkin Udin sudah pakai perahu kita pulang ke Makassar
Besse : Gimana dong?
Pandan : Adduh, jadi kita
terjebak di sini?
Asep : Kita teh tidak jadi
ke Papua?
Baso : Harus jadi.
Kehilangan perahu tidak akan menghentikan langkah kita.
Tegar : Bagaimana caranya?
*mereka duduk lalu berbaring di pinggir pantai, lalu tertidur*
*mereka terbangun di subuh harinya*
Inang : Bangun-bangun
Asep : Kamu teh siapa?
Kenapa bangunin kami?
Inang : Lah, harusnya saya
yang nanya. Kalian ini siapa? Saya penjaga pantai ini.
Besse : Hantuuuuuu
Inang : Sembarangan aja kalo
ngomong. Saya penduduk asli di sini. Kalian mau cari apa di sini?
Asep : Kami teh nyari
perahu, tapi perahunya hilang. Padahal, kami mau berlayar ke Papua.
Inang : Ke papua? Buat apa?
Besse : Iya, kami semua ini
pemuda yang cinta Indonesia, perkenalkan namaku Besse. Aku berangkat dari
Makassar untuk mencapai impian masa kecil sahabatku, Baso. Berkeliling
Indonesia. Eh Baso mana?
Asep : Saya tidak tau. Ini
juga satu masih ngorok aja kerjanya. Eh Tegar bangun!
Tegar : Hoaammmmm…. Eh
cantik sekali kau. Siapa namamu?
Besse : Ssttt… Dia penjaga
pantai ini.
Tegar : Penjaga pantai? Nyi
roro kidul?
Inang : Ini juga, kalau
ngomong jangan sembarangan. Namaku Inang.
*Baso datang bersama perahu dan seorang pemuda*
Baso : Perahu inilah yang
akan meneruskan perjalanan kita, yang akan menyambung impian kita. Tunggu
apalagi kawan, sekarang saatnya melanjutkan asa dan mimpi yang sempat sirna.
Inang : Mas Tejo, itu perahu
bapak kenapa dikasih orang?
Tejo : Tenang, Inang. Aku
sudah diberi ijin. Kamu mau ikut juga, Inang?
Inang : Kemana mas?
Tejo : Menjelajahi
nusantara!
Inang : Nggak ah mas, Inang
di sini aja jaga Ibu.
Baso : Teman-teman, ayo
kita berangkat.
Asep : Makan dulu atuh
kang.
Baso : Tenang, Tejo sudah
siapkan makanan untuk kita.
Pandan : *baru bangun* ini
kita sudah mau berangkat? Eh Udin, Seno sama Rahmi mana?
Besse : Biarlah mereka usaha
sendiri.
Tejo : Kalau gitu tunggu
apa lagi, ayo kita berangkat.
*lagu Papua terputar*
Pandan : Alhamdulillah, kita
sudah sampai di Papua.
Besse : Tapi, kayaknya kita
salah jalan deh.
Tejo : Iya, ini sepi
sekali. Tidak ada tanda-tanda kehidupan di sini.
Tegar : Aduh, matilah kita.
Joseph : Hei, kau orang
siapa? Bikin apa kalian di sana? Kau orang masuk tanah papua lewat daerah
terlarang. Saya panggil warga desa biar korang semua diadili.
*pemuda papua datang membawa busur. Mereka takut, kecuali Baso*
Baso : Tenang dulu,
Saudara.
Joseph : Jangan panggil
saya saudara. Kau punya bapa tidak sama dengan saya. Kau punya kulit putih,
sedangkan saya ini hitam tapi saya punya gigi masih lebih putih daripada korang.
Kau mau cari masalah kah?
Baso : Tidak, tidak. Kami
juga orang Indonesia, kami tersesat di sini.
Joseph : Sudahlah. Kau
orang jangan banyak bicara. Stop tipu-tipu orang tua. Korang harus dibawa ke kepala
suku
Tegar : Baso, bagaimana ini?
Biasanya difilm kepala suku itu sangar. Saya takut. Dia bawa panah, bagaiama
kalau dia panah kita? Tamatlah riwayat kita di pulau paling timur Indonesia
ini.
Baso : Baik, kita mau ikut
ke kepala suku.
Semua : Hah?
Besse : Jangko gila Baso!
Sebentar ditoboki?
Asep : Neng Besse ngomong
apa atuh?
Tegar : Kau yakin Baso, kita
menghadap di kepala suku?
Joseph : Mau tidak mau kau
orang harus pergi. Kau orang jangan macam-macam ha. Mau kena panah kah?
*mereka tiba di suatu tempat yang ramai*
Pandan : Banyak sekali
orang. Ada acara apa ini?
Joseph : Hei kau orang
jangan banyak tanya. Ikut saja!
*sampai di kepala suku*
Joseph : Lapor kepala suku.
Ini ada orang kulit putih tapi giginya kuning, badannya kecil masuk wilayah terlarang.
Kepala suku: Kau orang semua dari mana?
*mereka kompak menyebutkan daerah masing-masing”
Kepala suku: Kenapa kau orang punya jawaban semua berbeda? Saya
curiga kalian penyusup dari Negara tetangga. Kalian mau saya gantung dijadikan
babi goreng kah?
Baso : Kami putera-puteri
Indonesia yang memiliki satu misi yang sama, menjajakkan kaki di pelosok
nusantara. Kami berasal dari pulau yang berbeda-beda, namun begitu kita
memiliki rasa persaudaraan yang tinggi satu sama lain.
Kepala suku: Cari apa kau orang di papua?
Baso : kami ingin
menaklukkan puncak tertinggi di Indonesia, Puncak jayawijaya!
Joseph : Hei, kau orang
sopan dikit sama kepala suku, jangan bicara kencang-kencang seperti orang
berteriak!
Baso : Maaf kepala suku
Kepala suku: Coba saya liat KTP kau orang semua!
*menyerahkan KTP masing-masing*
Kepala suku: Sekarang kau orang bisa pergi, tapi ingat kalian
jangan sekali-kali menembus daerah terlarang, nanti kau orang kena anak panah,
di sini daerah pedalaman, kalau kau orang mau ke puncak jaya wijaya, minta
Joseph temani
Joseph : Kepala suku, saya
diminta temani dia orang?
Kepala suku: Iyo, kau mau melawan kah?
Joseph : Tidak kepala suku.
Mari ikut sama saya. Jangan ada banyak macam.
*keluar dari tempat kepala suku, seorang perempuan menghampiri
mereka*
Nova : Tegaaaarrrr, kakak
rindu sama kau Tegar.
Joseph : Kaka Nova kenal
dengan orang-orang ini kah?
Tegar : Kakak, tegar juga
rindu kakak.
Nova : Tegar, sama siapa
kau ke sini?
Tegar : Sama sahabat-sahabat
baru Tegar yang luar biasa.
Nova : Ayo, kita ke rumah
kakak. Kakak punya banyak makanan.
Tegar : Rumah kakak di mana?
Nova : Dekat, Cuma sekitar lima.
Tegar : Lima apa?
Nova : Lima kilo meter,
Tegar.
Semua : Hah? Lima kilo meter,
dekat?
Besse : Kakak namanya siapa?
Nova : Oh iya, perkenalkan
nama kakak Nova.
Pandan : Hai Kak Nova, salam
kenal
Nova : Iya, salam.
Asep : Rumah kakak dimana?
Nova : Di kaki gunung Jaya
wijaya.
Tegar : Serius kakak?
Nova : Iya.
Joseph : Kakak, hari sudah
mau sore. Ada baiknya kita berangkat sekarang. Saya disuruh kepala suku temani
mereka.
*tarian papua terputar*
Rahmi : Pandaaaaannn,
Besseeeee!
Asep : Eh suara siapa itu.
Tegar : Eh, Seno, Rahmi, Udin,
kalian kenapa ada di sini?
Udin : Saya minta maaf
sama kalian semua. Sekarang saya sudah sadar, kalian semua teman-teman hebat,
saya tidak mau membuat perjuangan saya sia-sia. Untung ada Seno dan Rahmi yang
berhasil meyakinkan saya. Saat sudah hampir sampai di Pulau Selayar, saya
memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke tanah papua, karena saya yakin akan
bertemu kalian di sini.
Besse : Ih Udin eh, kayak
tong mako kembarna Baso dari caramu bicara. Jadi, Udin? Sadar mako ini. Nda
manja mako lagi?
Udin : Saya tersadar,
percuma saya melakukan perjalanan sejauh ini jika tidak ada perubahan dalam
diriku. Makanya, sekarang saya tidak mau jadi anak manja lagi. Saya mau
mandiri, saya sudah besar sekarang.
Joseph : Kau orang siapa?
Udin : Ih kau itu siapa?
Asep : Kalian kenalan
dulu. Baru kita sama-sama taklukkan puncak tertinggi di Indonesia, puncak Jaya
Wijaya, puncak yang
menjadi bagian dari Barisan Sudirman yang
terdapat di Provinsi Papua, Indonesia. Puncak
Jaya mempunyai ketinggian 4.884 m dan di sekitarnya terdapat gletser Carstensz,
satu-satunya gletser tropika di
Indonesia, yang kemungkinan besar segera akan lenyap akibat pemanasan global.
Maka dari itu teh sebelum direnggut sama pemanasan global, kita kudu ngeliat
keindahannya.
*lagu padamu negeri terputar*
Udin : Capekku mendaki dan
akhirnya sampaimaaa di puncak, maaaa, liat anaktaaaa.
*setiba puncak jaya wijaya, lagu tanah airku terputar*
*tiba di
pulau Sulawesi. Seperti pada sore biasanya, keluarga mereka bekerja di pinggir
pantai. Melihat kedatangan Udin, Baso dan Besse, warga pulau merasa sangat
senang dan menyambut mereka dengan gembira*
Mama Udin: Udiiiiiiiiiiinnn!
Ibu&bapak Baso: Basooooo!
Ummi&tetta Besse: Besseeeee!
Ibu Baso: Nak, kebetulan kemarin Bapakmu dapat ikan sama udang
banyak sekali, jadi bawami teman-temanmu ke rumah makan.
*tarian Sulawesi selatan terputar*
Baso : Alhamdulillah,
kampungkuuuuuuu.
Rahmi : Terima kasih ya
Allah, engkau beri kami keselamatan sampai di pulau Sulawesi.
Tegar : Eeeee. Saya tak
menyangka ternyata Sulawesi sangat indah.
Udin : Akhirnya sampai ja
juga, kukira tommi tidak bakalan pulangma ini di kampungku.
Pandan : Yeeeeeee!
Asep : Ayo atuh kita makan
dulu, ini perut mah sudah kosong.
Besse : Ayo… ayo… banyak
makanan hasil lautnya Sulawesi baru dipanen ini.
Seno : Tunggu apa lagi!
Joseph : Aduh kawan sayang
eeehhh!
*TAMAT*
P.s.: Mohon bila ingin dijadikan referensi, cantumkan sumbernya dan hubungi saya dulu, yah. Terima kasih. ^^
P.s.: Mohon bila ingin dijadikan referensi, cantumkan sumbernya dan hubungi saya dulu, yah. Terima kasih. ^^
No comments:
Post a Comment