Thursday 15 October 2015

Naskah Drama Khas Nusantara: Berpetualang di Pulau Nusantara


BERPETUALANG DI PULAU NUSANTARA
Oleh: Firda Amalia H.

Alkisah… Ada tiga orang pemuda di Pesisir Laut Sulawesi. Mereka sedang merenungi nasib liburan panjang mereka. Hingga satu diantara mereka mulai merasa bosan, dan memulai percakapan.
Udin    : Baso, Besse, apa bagus dibikin ini? Kosongta.
Baso    : Tapi nda bosan jako liatka toh?
Besse  : Libur panjang begini, masa di sini terus jaki tiap hari. Bosanma.
Besse  : Bagaimana kalau kita buat film?
Udin    : Film apa mau kau bikin? Mauko jadi artis?
Besse  : Film pendek, mauka koleksi.
Udin    : Mau nuapai koleksi film pendek? Mauko jadi produser?
Baso    : Bagaimana kalau kita keliling Indonesia?
Udin dan Besse: Hah?
Besse  : Ka banyakji uang.
Udin    : Sadar jako itu Baso? Gila ini kapang orang eh.
Besse  : Nukira itu keliling Indonesia sama bilang dikelilingi pulau barrang, lae-lae, samalona dan sekitarnya?
Udin    : Ke Jakarta saja, nabilang nenekku, dua minggupi orang baru sampai.
Baso    : Iya, saya tahu itu. Dulu waktu kecil saya punya mimpi. Ingin berjelajah keliling nusantara, dan saya rasa sekarang adalah saat yang tepat. Bersama kedua sahabatku, akan kutaklukkan laut nusantara.
Udin    : Baguski itu. Ayomi cepatko. Tapi naik apaki?
Baso    : *menunjuk kayu*
Udin    : Maksudmu?
Baso    : Kita berlayar keliling Indonesia pakai kapal kebanggaan Negeri Indonesia. Ketenaran dan ketangguhan kapal ini sudah terdengar di seluruh dunia. Sudah sejak sekitar abad ke-14, Kapal ini sudah berlayar dan menjelajah samudera di seluruh dunia. Kapal ini bukan sembarang kapal, melainkan kapal yang istimewa. Kapal ini dibuat oleh tangan-tangan ahli tanpa menggunakan bantuan peralatan modern. Seluruh bagian kapalnya terbuat dari kayu dan dirangkai tanpa menggunakan paku. Meskipun demikian, Kapal ini telah membuktikan keistimewaannya dengan menaklukkan samudera-samudera dan menjelajah negara-negara di dunia. Walaupun terbuat dari kayu, kapal ini mampu bertahan dari terjangan ombak dan badai di lautan lepas. Kalian pasti sudah tahu kapal apa yang saya maksud. Ya, yang kumaksud itu kapal pinisi, kapal layar kebanggan masyarakat Sulawesi Selatan.
Besse  : Yakinko?
Baso    : Ya. Dengan tekad yang bulat, dengan semangat yang membara, dengan doa dan petunjuk dari yang maha pencipta, saya yakin. Bagaimana? Mau jako?
Besse  : Ya, saya juga mau ikut. Tapi, minta izinka dulu sama tettaku. Kau iya Udin?
Udin    : Edede, mallaka saya. Sebentar rindua gang sama mamaku. Nda ada masakkanka nasi, buatkanka susu, ah nda mau ja saya ikut.
Baso dan Besse menatap Udin sembari meyakinkannya.
Udin    : Itu, kau dua orang kayak susah sekali kalau nda ikutka, nda bisa hidup tanpa saya. Iyo pade, ikutja. Tapi...............
Besse  : Tapi apa sede?
Udin    : Pertama, harusko minta izinkanka di mamaku. Kedua, harusko bantuka kemas barang-barangku, ketiga harusko bisa buatkankan makanan sama susu tiap hari, keempat paling penting, pokoknya harusko jagaia dari apapun yang terjadi.
Besse  : Ommale, kenapa banyak sekali persyaratannya? Nda bisami nego itu?
Baso    : Baiklah. Kami akan mengikuti maumu.

*di rumah Baso*
Baso    : Assalamualaikum, Pak, Bu.
Bapak dan Ibu Baso: Waalaikumsalam, Nak.
Baso    : Hmm, Pak, Bu, masih kita ingat waktuku kecil, pernahka bilang mau kelilingi tanah airku tercinta, Indonesia, dari sabang sampai merauke.
Bapak : Iya, nak. Masih kuingat sekali.
Ibu      : Jadi kenapai nak?
Baso    : Begini Pak, Bu, berhubung karena libur panjangka ini, daripada kosong, nda ada kegiatanku, jadi berfikirka untuk wujudkan impian ku sejak kecil bersama sahabat kecilku, Besse dan Udin. Jadi mohon sekalika ke kita Pak, Bu, supaya diizinkanka kelilingi tanah airku tercinta ini.
Bapak : Naik apako, nak?
Baso    : Masih kita ingat cerita perahu pinisi yang selalu kita ceritakan waktuku masih kecil?
Ibu      : Maksudmu nak, mauko berlayar kelilingi ini nusantara pakai perahu pinisi?
Baso    : Benar sekali, Pak, Bu.
Ibu      : Astaga nak, beranimu itu eh.
Bapak : Bisa jako jaga dirimu?
Baso    : Sejak kecil kita ajarka mandiri, Pak, Bu, jadi kumohon kasika kepercayaan untuk bisa wujudkan ini impianku.
*Ibu dan Bapak Baso berpikir dan berunding sejenak*
Ibu      : Pak, bagaimana ini? Takutka nanti ada apa-apanya anakku
Bapak : Kasih kepercayaan Bu.
Ibu      : Tapi, kodonge anakku.
Bapak : Ssst, tenang maki.
Baso    : Pak, Bu, diizinkanja?
Bapak : Iya, nak. Hati-hati mamiko di.
Ibu      : Sebentar saya siapkan barang-barang yang harus nubawa

*di rumah Besse*
Besse  : Assalamualaikum, ummi mauka pergi besok keliling nusantara.
Ummi  : *sedang makan tiba-tiba tersendak” apa? Keliling nusantara? Sama siapako sede?
Besse  : Sama Baso sama Udin
Ummi  : oh iyo pergi mako
Besse  : Betulki? Pergima?
Tetta   : Pergi mana?
Besse  : Tanyami ummi, natauji itu.

*di rumah Udin. Baso dan Besse dating membawa celengan masing-masing”
Baso dan Besse: Assalamualaikum, tante.
Mama  : Waalaikumsalam
Udin    : Maaa…. Mau bicara Baso sama Besse.
Mama  : Kenapako nak?
Baso    : Begini tante. Saya Besse dan Udin, mau wujudkan mimpi menaklukkan lautan nusantara
Mama  : Ah? Jangko tinggi dudu bahasamu nak. Jadi maksudmu ini apa?
Besse  : Begini tante, kita ke sini mau kasih minta izinkan Udin untuk pergi berlayar
Mama  : Oh begitu. Apa? Berlayar? Ke mana?
Besse  : Keliling Indonesia, tante.
Udin    : Mama, jangki izinkanka L
Mama  : Kenapa ko nda mau pergi? Bagus itu, kau belajar juga mandiri.
Baso    : Iya,tante. Benar sekali itu.
Udin    : Tapi, ma, janganki lupakankaaa.
Mama  : Tidak akan pernahko kulupa nak.

*pagi harinya, Udin, baso dan besse sudah siap dengan barangnya masing-masing. Mereka bersalaman dengan ibu dan bapak mereka*
Baso    : Pak, Bu, doakan saya agar bisa menghadapi semua tantangan selama perjalanan. Restui saya dalam menggapai angan dan impian kecilku. Di sini, tanah kelahiranku, tempatku dibesarkan, akan selalu kukenang sepanjang masa. Doakan kami agar selamat kembali ke kampong kami. Doakan kami agar bertemu orang-orang hebat di sudut lain tanah air kami. Doa kalian, para orang tua, yang akan menjadi lentera kehidupan kami.
Udin    : Ma, untuk pertama kalinya pergika jauh-jauh dari hidupta. Bakalan rinduka sama masakanta, bakalan rinduka sama omelanta, besok-lusa , ditengah lautka berjuang sama sahabatku melawan ombak. Di tengah kegelapan, hanya ditemani purnama bulat terang. Paginya, bukanmi kita kasih bangunka, bukanmi kita buatkanka sarapan, bukanmi senyumta yang akan selalu kuliat. Maafkanka kalau ada salahku sama kita, ma.
Besse  : Pak, Bu. Selama ini Besse selalu dikenal sebagai anak yang tidak bisa apa-apa, selama ini Besse selalu minta uang, habiskan uang, hambur-hamburkan uangnya Bapak. Selalu melawan orang tua, keras kepala, nda mau mendengar, pergi tidak pamit, tapi sekarang pamitka ini di kita berdua karena jalan yang kulewati sangat panjang. Minta maafka selama ini selalu merepotkanki berdua, selalu buat susah, selalu banyak maunya, tidak mau diperintah, mohon maafka Pak, Bu.
Baso    : Kala mentari perlahan naik menghias langit. Ufuk timur mulai menjingga. Kulangkahkan kaki menyambut datangnya pagi. Sinarnya akan siap menamani. Sebuah harapan baru. Angan dan impian siap tuk diraih. Lautan yang siap tuk diarungi. Demi sebuah cita-cita mulia, menjelajahi ibu pertiwi.
Udin    : Dengan tekad yang bulat, dengan doa yang tiada henti dari orang tua, dengan keyakinan kepada tuhan, dengan semangat dari asa yang siap membara, dengan indera yang akan terus berjuang, dengan sahabat yang paling setia.
Besse  :  Indonesia, tanah kelahiranku nan indah permai kebanggaanku. Di sini kuberdiri, ikrarkan janji, untukmu negeriku, suci nan abadi…
*lagu Indonesia Jaya, terputar*

*sampai di Kalimantan*
Besse  : Welcome to Balikpapan!!! Capeknyaaaaaaaa.
Baso    : Pualu Borneo, senangnya bias sampai di sini.
*datang pemuda Balikpapan*
Besse  : Permisi. Dimana ada mushollah sekitar sini.
Baso    : Perkenalkan, kami dari Makassar. Namaku Baso. Ini Besse dan ini Udin.
Seno    : Oh, dari Makassar. Saya Seno. Cari siapa di Kalimantan?
Udin    : Merantau. Mauki pergi keliling-keliling ke dari Aceh sampai Papua.
Seno    : Wah, keren. Saya boleh ikut?
Besse  : Mau ikut jelajah nusantara?
Baso    : Kamu yakin? Banyak tantangannya loh.Kita kelilingnya pakai perahu itu.
Seno    : Ya, kenapa tidak?
Udin    : Ada syaratnya
Seno    : Syarat apa itu?
Udin    : Kamu harus bawa kami keliling Kalimantan. Dari timur, ke utara, ketengah, ke selatan sampai ke barat. Deal?
Seno    : Baiklah kalau begitu. Berarti perahunya harus dikirim ke Pontianak.
Besse  : Caranya?
Seno    : Iya, dititip di kapal pesiar.Tenang, nanti saya yang urus itu.
Baso    : Alhamdulillah, terima kasih Seno.
Besse  : Kalau begitu, sekarang kita cari tempat untuk istirahat dulu, ibadah baru lanjutkan perjalanan.
Seno    : Mari, saya antar.
*lagu Kalimantan terputar*
Udin    : Dimana kita sekarang?
Seno    : Ini daerah terjadinya perang sampit
Udin    : Perang sampit itu apa?
Seno    : Konflik Sampit adalah pecahnya kerusuhan antar etnis di Indonesia, berawal pada Februari 2001 dan berlangsung sepanjang tahun itu. Konflik ini dimulai di kota Sampit, Kalimantan Tengah dan meluas ke seluruh provinsi, termasuk ibu kota Palangka Raya. Konflik ini terjadi antara suku Dayak asli dan warga migran Madura dari pulau Madura. Konflik tersebut pecah pada 18 Februari 2001 ketika dua warga Madura diserang oleh sejumlah warga Dayak.[2] Konflik Sampit mengakibatkan lebih dari 500 kematian, dengan lebih dari 100.000 warga Madura kehilangan tempat tinggal. Banyak warga Madura yang juga ditemukan dipenggal kepalanya oleh suku Dayak.
Udin    : Ih, ngerinya di. Untung sekarang sudah tidak ada lagi.
*tari Kalimantan*

*sampai di Sumatera*
Baso    : Alhamdulillah, sampai di pulau kedua.
Seno    : teman-teman, mau kemana kita? Sekarang pukul 3 pagi.
Besse  : Ayo kita cari mesjid saja, sambil menunggu adzan subuh.
*Mereka sampai di suatu tempat di sudut kota Aceh, tempat yang sangat gaduh. Mereka melihat gadis sebaya mereka menangis sendirian*
Baso    : Tempat apa ini? Berantakan sekali.
Rahmi : Kalian siapa? Caria pa di sini? Ini kawasan terlarang!
Seno    : Maaf, kami sedang mencari mesjid, tapi sepertinya kami tersesat.
Baso    : Kamu kenapa  sendirian di sini?
Rahmi : *menangis* aku memang tidak punya siapa-siapa! Pergi kalian!
Udin    : Sekke’na ini cewek!
Pandan  : Eh, tunggu,kalian mau pergi meninggalkan dia sendiri di sini?
Udin    : Ka nausirki. Jadi, ayomi pergi.
Baso    : Kalian berdua mau kemana? Kalian tidak tahu jalan, kan?
Besse  : Namaku Besse. *mengulurkan tangan*
Rahmi : Rahmi
Besse  : Kenapa kamu sendiri di sini? Ini tengah malam loh. Nggak dicariin sama orang tua kamu?
Rahmi : Siapa yang cari aku? Tak ade yg peduli. Ummi, abah, semuanya sudah tak ada!
Seno    : Keluarga kamu kemana?
Rahmi : 26 Desember 2004. Tepat sepuluh tahun yang lalu, tsunami itu datang menerjang kota kami. Merenggut nyawa orang tua kami, merenggut nyawa adik-adik kami, terhanyut di bawa air laut, memisahkan kami. Aku, yang waktu itu masih bocah lugu yang duduk di bangku taman kanak-kanak harus menyaksikan tragedi miris yang menyisakan trauma. Aku yang harus terpisah orang-orang yang terkasih. Aku, yang tak diizinkan tuhan pergi bersama keluargaku yang lain. Aku yang menjadi sebatang kara menahan luka dan pilu ditinggal ummi dan abah. Aku yang dipaksa mandiri oleh tuhan. Kota ini, kota kecilku yang dulunya indah dihias senyum, canda dan tawa dari orang-orang terkasih, kini hanya tinggal puing-puing, sisa reruntuhan yang menjadi saksi bisu kejamnya alam merampas kebahagiaan kami.
*lagu kulihat ibu pertiwi, terputar*
Baso    : Rahmi, kami ini anak-anak Indonesia dari pulau Sulawesi dan Kalimantan yang sedang merantau di Pulau Sumatera.
Seno    : Kami akan melakukan perjalanan menjelajahi nusantara.
Udin    : Daripada kamu sendiri di sini, mending kamu ikut kami, merantau, bertemu orang-orang baru. Kamu mau ikut, nggak?
Rahmi : Di sini lebih baik.
Besse  : Sepuluh tahun sudah berlalu, kamu harus bangkit dari kesedihan. Tidakkah kamu ingin melihat indahnya Aceh pasca tsunami menerjang?
Baso    : Ayo, Rahmi berpetualang bersama kami. Di depan sana, akan sangat banyak pelajaran berharga yang akan kita terima.
Rahmi : Benarkah?
Pandan  : Iyaaa, kita akan banyak belajar budaya nusantara
Seno    : Jika kamu tidak segera bangkit dari kesedihan yang sudah sepuluh tahun kamu alami, itu akan memperburuk keadaanmu, Rahmi. Sesungguhnya Allah tidak akan memberikan cobaan kepada makhluknya, apabila cobaan itu tak sanggup dihadapinya.
Rahmi : Terima kasih, teman-teman.
Pandan  : Gimana Rahmi? Mau ikut dengan kami?
Rahmi : *menganggukkan kepala dan tersenyum*
*tarian sumatera*
Pandan  : Selamat datang di Sumatera Barat.
Seno    : Yeee kita sampai di Padang Pariaman!!!
Baso    : Rancaaaa’ banaaa
Udin    : Bahasa apa itu? Raca-raca taipaji nakke kuisseng.
Besse  : Lapar. Itu ada warung. Ayo ke sana.
Udin    : Selama di kampong halaman saya tidak pernah makan di rumah makan padang. Sekalinya sekarang, rumah makan orang padang aslimi ina iya kumasuki.
*sampai di warung mereka ditegur karena terlalu ribut*
Tegar  : Kenapa kalian ribut sekali?
Udin    : Hei, kau pasti orang batak toh?
Tegar  : Iyalah jelas, kau tak dengar cara saya ngomong he?
Seno    : Halo, Batak. Saya Seno dari Samarinda.
Tegar  : E kau ini, nama seya Tegar lah, bukan batak. Batak itu suku saya. Caria pa kalian ini?
Baso    : Halo, Tegar. Saya Baso dari Makassar.
Tegar  : Kau pasti orang kasar
Besse  : Saya juga dari Makassar. Kata siapa Makassar kasar?
Tegar  : Saya nonton tipi tawuran lagi di Makassar.
Udin    : Hei Tegar, tidak semua orang Makassar itu kasar, contohnya saya. Saya ini halus sekali.
Pandan  : Halo, Tegar. Saya dari Dayak.
Tegar  : Kalian mau makan? Saya kasih gratis mumpung lagi banyak rezki.
Rahmi : Saya Rahmi, kita satu pulau, saya dari Aceh.
Seno    : Tegar, kau mau ikut berpetualang dengan kami? Keliling nusantara.
Tegar  : Kita ke papua juga? Ada kakak di sana.
Baso    : Iya, Tegar. Tapi, Papua itu kunjungan terakhir kita.
Tegar  : Tidak papalah, yang jelas saya ketemu sama kakak. Sudah lima tahun kita tidak ketemu. Sebelum kita melangkah ke tanah yang lebih jauh, saya akan membawa kalian semua ke Pantai Aie Manih atau akrab disebut sebagai Pantai Air Manis adalah salah satu tempat wisata di Padang yang paling terkenal. Pantai ini terkenal dengan legenda Malin Kundang dan dipercaya sebagai bukti bahwa legenda tersebut benar-benar nyata. Kisah Malin Kundang sendiri bercerita mengenai seorang anak yang tidak mengakui ibu kandungnya sendiri setelah ia menjadi seorang yang kaya raya. Kemudian Malin Kundang dikutuk menjadi batu, dan batu tersebut berada di Pantai Aie Manih (Pantai Air Manis). Selain terkenal dengan batu Malin Kundang, pantai ini juga menawarkan pemandangan yang indah dengan Gunung Padang sebagai latarnya, serta gelombang yang aman untuk wisata pantai.
*lagu Batak terputar*

Tegar  :  Selamat tinggal Sumatera, saya ke Papua dulu.
Pandan  : Tunggu dulu, saya mau beli mpek-mpek Palembang, mumpung lagi diPalembang.
Rahmi : Cepat, Rahmi. Kita sudah mau berangkat ini.
Baso    : Tunggu, perahunya belum didapat.
Tegar  : Macam manalah kau ini kenapa perahu belum dapat? Jangan-jangan kalian tipu saya.
Udin    : Tenang dulu Tegar. Kita sudah minta ke orang yang di pelabuhan bawa perahunya ke Palembang.
Besse  : Itu sana! *menunjuk perahu*
*berlari menuju perahu*
Baso    : Dua pulau telah kita lewati, selamat menikmati perjalanan menuju Jawa.
Seno    : Perjalanan menuju jawa tidak akan membutuhkan waktu yang lama, dua-tiga hari kita akan sampai di Banten.
Pandan  : Semangat, kawan!
Semua : Semangat!
*lagu bukalan semangat baru terputar*
Seno    : Sudah sampai, selamat datang di Paris van Java
Udin    : Mau kemanaki lagi?
Rahmi : Menurut peta, kita harus ke…… sana!
Baso    : Paris van Java, bandung lautan api.
*lagu halo-halo bandung terputar*
Besse  : Kalau belok kanan kita ke Banten, lurus-lurus tembus Jakarta, belok kiri Jawa tengah. Kemana dulu kita?
Baso    : Ayo jalan!
Udin    : Eh taman jomblo!
Pandan  : Mana? Mana?
Besse  : Ke sana yuk
*datang pencopet mencopet tas Besse*
Besse  : copeeeetttttt
*pemuda yang melihat copet tersebut segera meringkusnya*
Asep    : Hati-hati atuh neng. Di sini mah banyak copet. Kudu merhatiin barang bawaan.
Rahma   : Akang namanya teh siapa?
Udin    : Mana ada teh? Hauska ini.
Asep    : Namana Asep. Akang-akang sama eneng-eneng boleh manggil Asep
Udin    : Oh, asep orang Bandung?
Tegar  : E kau ini. Sudah jelas dia ngomong seperti itu. Pake nanya lagi kau ini.
Asep    : Akang-akang teh dari mana? Cari apa di Bandung?
Rahma   : Kita anak-anak Indonesia yang ingin meraih mimpi keliling nusantara
Baso    : Asep mau ikut dengan kami?
Asep    : Gimana caranya keliling nusantara? Asep ga punya duit ey.
Pandan  : Duitnya masalah belakangan kang asep. Yang penting punya niat.
Asep    : Boleh? Tapi naik apa?
Seno    : Naik perahu pinisi, perahu kebanggaan orang sulsel.
Asep    : Emang cukup?
Tegar  : Tenanglah, perahunya besar kok.
*tari Jawa terputar*
Udin    : Selamat datang di Malioboro.
Pandan  : Jogjaaaaaa
Asep    : Kita teh mau ke mana lagi ini?
Tegar  : Aku pegal ini. Istirahatlah dulu kita.
*mereka beristirahat, datang lagi pencuri merampas tas Udin*
Udin    : Taskuuuuuuu, uangku, maaaaa….
*teman-temannya berusaha mengejar pencuri, namun tidak dapat dan akhirnya kembali ke Udin*
Tegar  : Cepat sekali larinya pencuri itu.
Seno    : Tasnya sudah diambil
*Udin menangis*
Udin    : Saya mau pulaaaang!
Besse  : Pulang? Tapi….
Udin    : Pokoknya mauka pulang. Mamaaaa….
Asep    : Jangan pulang atuh, Co. perjalanan kita kan masih panjang.
Baso    : Tenang, Udin. Jangan panik. Mungkin tasmu sudah waktunya untuk hilang. Kita harus ikhlaskan, Udin. InsyaAllah jika kita ikhlas, nanti akan ada gantinya yang lebih baik, percaya Udin.
Udin    : Nda mauja! Dari awal saya menolakma nda mauja ikut sama kau berdua. Tapi nupaksaka terus. Liat mko toh? Beginimi jadinya!
Besse  : Kenapa kau nda batalkan sebelumta pergi? Ini setengah perjalanan maki! Masa mauko pulang?
Udin    : Jangan mko banyak bicara!
Asep    : Ngomong apa teh, gak ngerti.
Tegar  : Kenapa ini?
Baso    : Sudah-sudah, kalian jangan bertengkar. Memperkeruh keadaan.
Udin    : Pokoknya saya mau pulang!
Besse  : Pulang mako sana! Anak mama nda dibutuhkan disini. Jadi parasit, menyusahkan orang lain!
Udin    : Oke, kalau itu maumu. Pergima!
*Udin pergi, kemudian dikejar Seno dan Rahmi*
Seno    : Udin, serius mau pulang? Misi kita belum selesai.
Rahmi : Iya, Udin. Jangan berpikiran sempit begitu.
Udin    : Ah, saya tidak peduli. Pokoknya saya mau pulang. Pakai perahu, biar sendirian tidak apa-apa. Saya tidak butuh mereka berdua!
Seno    : Tapi, Udin….
Udin    : Kalau kalian mau ikut dengan saya, silakan.
*di rombongan Baso*
Tegar  : Bagaimana ini? Udin pergi
Besse  : Sudah, jangan diurusi. Terserah dia mau ke mana. Nanti pasti kembali kok.
Asep    : Kalau nggak balik gimana atuh?
Baso    : Tenang, Udin pasti bias menjaga dirinya sendiri. Apalagi, dia tidak sendiri. Dia bersama Seno dan Rahmi.
Pandan  : Bikin pusing saja Udin itu.
Tegar  : Sekarang kita kemana?
Baso    : Lanjut perjalanan kepulau terakhir, Papua!
Besse  : Jadi Udin? Kita tinggalkan di sini?
Baso    : Kan dia sama Seno.
Asep    : Bener atuh kita mau ke Papua?
Tegar  : Kau ini kan tadi sudah dibilang. Sebenarnya kau mau ikut atau tidak?
Asep    : Mau. Tapi, saya teh cuma ngerasa aneh. Soalnya baru pertama kali ninggalin kampong. Terlalu cinta mah saya sama kampong.
*lagu desaku yang kucinta terputar*

Tegar  : So, gawat ini. Mungkin Udin sudah pakai perahu kita pulang ke Makassar
Besse  : Gimana dong?
Pandan  : Adduh, jadi kita terjebak di sini?
Asep    : Kita teh tidak jadi ke Papua?
Baso    : Harus jadi. Kehilangan perahu tidak akan menghentikan langkah kita.
Tegar  : Bagaimana caranya?
*mereka duduk lalu berbaring di pinggir pantai, lalu tertidur*
*mereka terbangun di subuh harinya*
Inang  : Bangun-bangun
Asep    : Kamu teh siapa? Kenapa bangunin kami?
Inang  : Lah, harusnya saya yang nanya. Kalian ini siapa? Saya penjaga pantai ini.
Besse  : Hantuuuuuu
Inang  : Sembarangan aja kalo ngomong. Saya penduduk asli di sini. Kalian mau cari apa di sini?
Asep    : Kami teh nyari perahu, tapi perahunya hilang. Padahal, kami mau berlayar ke Papua.
Inang  : Ke papua? Buat apa?
Besse  : Iya, kami semua ini pemuda yang cinta Indonesia, perkenalkan namaku Besse. Aku berangkat dari Makassar untuk mencapai impian masa kecil sahabatku, Baso. Berkeliling Indonesia. Eh Baso mana?
Asep    : Saya tidak tau. Ini juga satu masih ngorok aja kerjanya. Eh Tegar bangun!
Tegar  : Hoaammmmm…. Eh cantik sekali kau. Siapa namamu?
Besse  : Ssttt… Dia penjaga pantai ini.
Tegar  : Penjaga pantai? Nyi roro kidul?
Inang  : Ini juga, kalau ngomong jangan sembarangan. Namaku Inang.
*Baso datang bersama perahu dan seorang pemuda*
Baso    : Perahu inilah yang akan meneruskan perjalanan kita, yang akan menyambung impian kita. Tunggu apalagi kawan, sekarang saatnya melanjutkan asa dan mimpi yang sempat sirna.
Inang  : Mas Tejo, itu perahu bapak kenapa dikasih orang?
Tejo    : Tenang, Inang. Aku sudah diberi ijin. Kamu mau ikut juga, Inang?
Inang  : Kemana mas?
Tejo    : Menjelajahi nusantara!
Inang  : Nggak ah mas, Inang di sini aja jaga Ibu.
Baso    : Teman-teman, ayo kita berangkat.
Asep    : Makan dulu atuh kang.
Baso    : Tenang, Tejo sudah siapkan makanan untuk kita.
Pandan  : *baru bangun* ini kita sudah mau berangkat? Eh Udin, Seno sama Rahmi mana?
Besse  : Biarlah mereka usaha sendiri.
Tejo    : Kalau gitu tunggu apa lagi, ayo kita berangkat.

*lagu Papua terputar*
Pandan  : Alhamdulillah, kita sudah sampai di Papua.
Besse  : Tapi, kayaknya kita salah jalan deh.
Tejo    : Iya, ini sepi sekali. Tidak ada tanda-tanda kehidupan di sini.
Tegar  : Aduh, matilah kita.
Joseph   : Hei, kau orang siapa? Bikin apa kalian di sana? Kau orang masuk tanah papua lewat daerah terlarang. Saya panggil warga desa biar korang semua diadili.
*pemuda papua datang membawa busur. Mereka takut, kecuali Baso*
Baso    : Tenang dulu, Saudara.
Joseph   : Jangan panggil saya saudara. Kau punya bapa tidak sama dengan saya. Kau punya kulit putih, sedangkan saya ini hitam tapi saya punya gigi masih lebih putih daripada korang. Kau mau cari masalah kah?
Baso    : Tidak, tidak. Kami juga orang Indonesia, kami tersesat di sini.
Joseph   : Sudahlah. Kau orang jangan banyak bicara. Stop tipu-tipu orang tua. Korang harus dibawa ke kepala suku
Tegar  : Baso, bagaimana ini? Biasanya difilm kepala suku itu sangar. Saya takut. Dia bawa panah, bagaiama kalau dia panah kita? Tamatlah riwayat kita di pulau paling timur Indonesia ini.
Baso    : Baik, kita mau ikut ke kepala suku.
Semua : Hah?
Besse  : Jangko gila Baso! Sebentar ditoboki?
Asep    : Neng Besse ngomong apa atuh?
Tegar  : Kau yakin Baso, kita menghadap di kepala suku?
Joseph   : Mau tidak mau kau orang harus pergi. Kau orang jangan macam-macam ha. Mau kena panah kah?
*mereka tiba di suatu tempat yang ramai*
Pandan  : Banyak sekali orang. Ada acara apa ini?
Joseph   : Hei kau orang jangan banyak tanya. Ikut saja!
*sampai di kepala suku*
Joseph   : Lapor kepala suku. Ini ada orang kulit putih tapi giginya kuning, badannya kecil masuk wilayah terlarang.
Kepala suku: Kau orang semua dari mana?
*mereka kompak menyebutkan daerah masing-masing”
Kepala suku: Kenapa kau orang punya jawaban semua berbeda? Saya curiga kalian penyusup dari Negara tetangga. Kalian mau saya gantung dijadikan babi goreng kah?
Baso    : Kami putera-puteri Indonesia yang memiliki satu misi yang sama, menjajakkan kaki di pelosok nusantara. Kami berasal dari pulau yang berbeda-beda, namun begitu kita memiliki rasa persaudaraan yang tinggi satu sama lain.
Kepala suku: Cari apa kau orang di papua?
Baso    : kami ingin menaklukkan puncak tertinggi di Indonesia, Puncak jayawijaya!
Joseph   : Hei, kau orang sopan dikit sama kepala suku, jangan bicara kencang-kencang seperti orang berteriak!
Baso    : Maaf kepala suku
Kepala suku: Coba saya liat KTP kau orang semua!
*menyerahkan KTP masing-masing*
Kepala suku: Sekarang kau orang bisa pergi, tapi ingat kalian jangan sekali-kali menembus daerah terlarang, nanti kau orang kena anak panah, di sini daerah pedalaman, kalau kau orang mau ke puncak jaya wijaya, minta Joseph temani
Joseph   : Kepala suku, saya diminta temani dia orang?
Kepala suku: Iyo, kau mau melawan kah?
Joseph   : Tidak kepala suku. Mari ikut sama saya. Jangan ada banyak macam.
*keluar dari tempat kepala suku, seorang perempuan menghampiri mereka*
Nova   : Tegaaaarrrr, kakak rindu sama kau Tegar.
Joseph   : Kaka Nova kenal dengan orang-orang ini kah?
Tegar  : Kakak, tegar juga rindu kakak.
Nova   : Tegar, sama siapa kau ke sini?
Tegar  : Sama sahabat-sahabat baru Tegar yang luar biasa.
Nova   : Ayo, kita ke rumah kakak. Kakak punya banyak makanan.
Tegar  : Rumah kakak di mana?
Nova   : Dekat, Cuma sekitar lima.
Tegar  : Lima apa?
Nova   : Lima kilo meter, Tegar.
Semua : Hah? Lima kilo meter, dekat?
Besse  : Kakak namanya siapa?
Nova   : Oh iya, perkenalkan nama kakak Nova.
Pandan  : Hai Kak Nova, salam kenal
Nova   : Iya, salam.
Asep    : Rumah kakak dimana?
Nova   : Di kaki gunung Jaya wijaya.
Tegar  : Serius kakak?
Nova   : Iya.
Joseph   : Kakak, hari sudah mau sore. Ada baiknya kita berangkat sekarang. Saya disuruh kepala suku temani mereka.
*tarian papua terputar*
Rahmi : Pandaaaaannn, Besseeeee!
Asep    : Eh suara siapa itu.
Tegar  : Eh, Seno, Rahmi, Udin, kalian kenapa ada di sini?
Udin    : Saya minta maaf sama kalian semua. Sekarang saya sudah sadar, kalian semua teman-teman hebat, saya tidak mau membuat perjuangan saya sia-sia. Untung ada Seno dan Rahmi yang berhasil meyakinkan saya. Saat sudah hampir sampai di Pulau Selayar, saya memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke tanah papua, karena saya yakin akan bertemu kalian di sini.
Besse  : Ih Udin eh, kayak tong mako kembarna Baso dari caramu bicara. Jadi, Udin? Sadar mako ini. Nda manja mako lagi?
Udin    : Saya tersadar, percuma saya melakukan perjalanan sejauh ini jika tidak ada perubahan dalam diriku. Makanya, sekarang saya tidak mau jadi anak manja lagi. Saya mau mandiri, saya sudah besar sekarang.
Joseph   : Kau orang siapa?
Udin    : Ih kau itu siapa?     
Asep    : Kalian kenalan dulu. Baru kita sama-sama taklukkan puncak tertinggi di Indonesia, puncak Jaya Wijaya, puncak yang menjadi bagian dari Barisan Sudirman yang terdapat di Provinsi Papua, Indonesia. Puncak Jaya mempunyai ketinggian 4.884 m dan di sekitarnya terdapat gletser Carstensz, satu-satunya gletser tropika di Indonesia, yang kemungkinan besar segera akan lenyap akibat pemanasan global. Maka dari itu teh sebelum direnggut sama pemanasan global, kita kudu ngeliat keindahannya.
*lagu padamu negeri terputar*
Udin    : Capekku mendaki dan akhirnya sampaimaaa di puncak, maaaa, liat anaktaaaa.
*setiba puncak jaya wijaya, lagu tanah airku terputar*

*tiba di pulau Sulawesi. Seperti pada sore biasanya, keluarga mereka bekerja di pinggir pantai. Melihat kedatangan Udin, Baso dan Besse, warga pulau merasa sangat senang dan menyambut mereka dengan gembira*
Mama Udin: Udiiiiiiiiiiinnn!
Ibu&bapak Baso: Basooooo!
Ummi&tetta Besse: Besseeeee!
Ibu Baso: Nak, kebetulan kemarin Bapakmu dapat ikan sama udang banyak sekali, jadi bawami teman-temanmu ke rumah makan.
*tarian Sulawesi selatan terputar*
Baso    : Alhamdulillah, kampungkuuuuuuu.
Rahmi : Terima kasih ya Allah, engkau beri kami keselamatan sampai di pulau Sulawesi.
Tegar  : Eeeee. Saya tak menyangka ternyata Sulawesi sangat indah.
Udin    : Akhirnya sampai ja juga, kukira tommi tidak bakalan pulangma ini di kampungku.
Pandan  : Yeeeeeee!
Asep    : Ayo atuh kita makan dulu, ini perut mah sudah kosong.
Besse  : Ayo… ayo… banyak makanan hasil lautnya Sulawesi baru dipanen ini.
Seno    : Tunggu apa lagi!
Joseph   : Aduh kawan sayang eeehhh!

*TAMAT*

P.s.: Mohon bila ingin dijadikan referensi, cantumkan sumbernya dan hubungi saya dulu, yah. Terima kasih. ^^