Thursday 25 October 2018

Demonstrasi dan Penghakiman


Boleh jadi apa yang kita anggap keren tidak dianggap keren oleh orang lain.

Saya senang berada di posisi seperti ini. Posisi dengan lingkungan pertemanan yang seimbang. Mungkin karena saya seorang mahasiswa jurusan akuntansi, jadinya seluruh sendi-sendi kehidupan saya harus dipenuhi keseimbangan. Termasuk dalam hal berteman. Jumlah teman saya yang “brutal” harus sama dengan jumlah teman saya yang “anak baik-baik”. Ah, tidak, bukan seperti itu.

Saya punya teman yang feed instagramnya dipenuhi dengan piala, ya tentu saja buka piala juara makan kerupuk se-kecamatan,
Ada juga yang dipenuhi selempang duta ini, duta itu, tapi tidak ada yang duta shampo lain,
Ada yang keluar negeri melulu, entah itu ikut exchange lah, conference lah, internship lah,
Ada yang social worker sekali, volunteering ke mana-mana,
Ada yang beraksi turun ke jalan dengan almamater dan toanya,

Kalau saya tanya menurut kalian mana yang paling keren, kalian akan jawab versi mana?

Kalau kalian tanya saya, ya tentu saja saya menjawab semuanya itu keren, dengan kekerenannya masing-masing. Mereka semua berprestasi di bidangnya masing-masing. Tapi, saya suka risih dengan orang-orang yang terlalu membanggakan pencapaiannya, tapi sayangnya terlalu merendahkan pencapaian orang lain. Apalah makna sekian banyak piala juara KTI, pun punya banyak selempang duta kalau ternyata suka menghina mahasiswa yang sering turun ke jalan untuk menyuarakan aspirasi rakyat?

Saya senang berada di posisi yang seperti ini.

Saya berteman dengan banyak orang, banyak karakter, termasuk dengan jenis mahasiswa yang sering turun ke jalan – Maaf, kali ini saya memang ingin membahas lebih dalam mereka-mereka yang nyaris dipandang urak-urakan, brutal, tidak beres, dan umpatan-umpatan lainnya.

Mungkin masih banyak mahasiswa yang tidak mengetahui fungsi demonstrasi selain menyebabkan kemacetan lalu lintas. Mahasiswa tipe ini mungkin kurang baca sejarah bangsa ini. Padahal, reformasi hari ini lahir dari demo. Sembilan tahun yang lalu, harga BBM yang melangit berhasil diturunkan dari demo. Masih mau bertanya apa fungsi demonstrasi selain menyebabkan kemacetan lalu lintas?

Oh iya, pernah suatu waktu di atas angkutan umum, saya mendengar seorang ibu-ibu mengatakan seperti ini, “Ini harga barang-barang kenapa makin naik semua. Kenapa tidak ada mahasiswa yang demo?”. Saya sedikit terharu mendengar kalimat itu, toh, ternyata masih ada masyarakat yang berharap peran mahasiswa sebagai penyambung lidah antara pemegang kekuasaan dan masyarakat.

Tapi, “mahasiswa yang baik-baik saja” pasti akan kembali membalas, “loh, kan, semua itu bisa dibicarakan dengan baik-baik, tidak harus dengan demonstrasi di jalan raya dan mengganggu lalu lintas?”

Dulu, waktu masih SMA, saya aktif di forum anak, organisasi yang langsung dibawahi sama Dinas Perlindungan Anak, punya pemerintah. saya selalu mendengar kalimat-kalimat seperti ini dari Pembina saya, “anak forum tidak ada yang suka demo, karena mereka mengerti bagaimana sistem di pemerintahan. Semuanya tidak semudah membalikkan telapak tangan.” Buddies, saya sudah lebih dahulu masuk di sistem pemerintah dibandingkan sistem demo-demoan. Jadi, setidaknya saya sedikit tahu sistem di pemerintahan itu seperti apa.

Kembali ke “loh, kan, semua itu bisa dibicarakan dengan baik-baik, tidak harus demonstrasi di jalan dan mengganggu lalu lintas?”

Proses penuntutan atas sesuatu tidak langsung serta merta langsung turun ke jalan. Jadi, mulanya ada yang disebut dengan rapat konsolidasi. Untuk isu yang lingkupnya skala fakultas, pesertanya dari himpunan-himpunan mahasiswa yang ada di fakultas tersebut. Untuk skala universitas, pesertanya dari Sema (senat mahasiswa) dan BEM (badan eksekutif mahasiswa) se-universitas. Sampai untuk isu nasional, ya pesertanya dari perwakilan universitas-universitas yang ada di Indonesia.

Konsolidasi itu bahas apa?
Bahas isu yang sedang terjadi saat itu untuk menghasilkan suatu tuntutan kepada birokrasi. Kalau skala universitas, tentu saja tuntutannya diajukan kepada rektor. Tuntutan itu biasanya berisi beberapa poin-poin, biasa pula mempunyai tenggat waktu. Kalau sedang beruntung, rektor akan mempersilakan mahasiswa untuk duduk berdiskusi membahas tuntutan-tuntutan tersebut. Hasil diskusi dengan rektor lalu dibawa lagi ke forum konsolidasi. Hasil konsolidasi selanjutnya disampaikan lagi ke rektor. Kalau benar-benar beruntung, tuntutan akan terpenuhi, meskipun kadang ada beberapa syarat tambahan. Tapi, kalau lagi kurang beruntung, jangankan untuk memenuhi, tuntutan yang diajukan boleh jadi dikacangi. Nah, di saat hal-hal tersebut terjadi. Setelah segala upaya dilakukan mahasiswa untuk menyelesaikan isu yang ada, tapi tidak jua menemukan titik temu, tentu saja akan menimbulkan keresahan-keresahan di kalangan mahasiswa yang sering mengadakan konsolidasi ini. Hingga akhirnya hanya ada satu kata: lawan! Perlawanan yang dilakukan mahasiswa ini dilakukan dengan cara berdemonstrasi. Teknis kegiatan demonstrasi itu pun dirundingkan bersama-sama.

Seperti itu prosesnya, buddies.

Idealnya, demonstrasi itu dilakukan ketika semua jalan sudah buntu. Sayangnya, terkadang orang-orang yang sedang diperjuangkan malah tidak menyadari hal-hal tersebut. Bukannya berterima kasih, malah menyudutkan mereka yang sudah berjuang.

Jangan terburu-buru menghakimi orang lain. Boleh jadi yang kau hakimi ternyata sudah mengerti apa yang belum kamu pelajari, sudah menyadari apa yang belum kau temui, dan sudah lebih dulu merealisasikan ide-ide dan jalan lain yang kau anggap lebih efektif. Boleh jadi, dibandingkan kamu, dia bacaannya lebih banyak, diskusinya lebih dalam, analisisnya lebih kuat, orang-orang yang ia temui lebih variative, dan tempat-tempat yang ia kunjungi lebih jauh.

Semoga kita senantiasa berada di jalan-jalan kebenaran!

-

April, 2018.


No comments:

Post a Comment