Sejak duduk di bangku sekolah
dasar, saya sudah sering mendengar pepatah-pepatah ajaib yang mampu
membangkitkan motivasi utamanya motivasi agar berjuang meraih mimpi-mimpi.
Tidak jarang pula saya menuliskan kalimat-kalimat motivasi itu ke dalam buku
harian saya , media sosial, atau bahkan menempelkannya pada dinding-dinding
kamar saya. Tujuannya, tentu, agar saya termotivasi.
“Pengalaman adalah guru terbaik”
Kalimat tersebut merupakan salah
satu pepatah yang selalu saya ingat. Pepatah itu diperkenalkan oleh salah
seorang guru bahasa Inggris sekaligus wali kelas saya ketika duduk di bangku
kelas 3 SMA – namanya Ma’am Suherni. Setiap sebelum memasuki pelajaran, beliau
selalu menyempatkan diri untuk berbagi kalimat ajaibnya dengan kami. Dan, duar!
Seketika kalimat itu lalu membakar motivasi dan semangat belajar kami.
Sebagian dari pembaca – yang masih berusia muda seperti saya –
mengatakan bahwa mengoleksi pengalaman yang luar biasa – contohnya pengalaman
berorganisasi – adalah hal yang menyenangkan. Betapa tidak, melalui sebuah
pengalaman, kita bisa membayangkan hal apa yang akan terjadi di masa yang akan
datang. Selain mendapatkan momen sejarah yang tak terlupakan, pengalaman juga
menjadi alarm pengingat di kehidupan kita.
Artikel ini pun saya buat berlandaskan
pengalaman sederhana yang terjadi beberapa waktu lalu di istana kecilku. Sebuah
perdebatan kecil antara saya dan salah satu orang yang paling penting dalam
hidup saya itu pun membuat saya terinspirasi membuat tulisan yang sederhana
ini. Seketika perdebatan itu berjalan, seketika itu pula sebuah pemikiran
sederhana masuk ke dalam otakku.
Relasi Antara Uang, Bekerja dan
Pengalaman
Uang. Sebuah benda sakral yang
digunakan sebagai alat ukur atas nilai suatu barang dan jasa. Tidak dapat
dipungkiri bahwa uang menjadi sesuatu yang sangat penting dalam sebuah
kehidupan. Uang tidak hanya memengaruhi satu individu, melainkan suatu
komunitas dunia.
Beberapa orang ingin bekerja
hanya jika dibayar dengan uang sebagaimana fungsi uang sebagai alat ukur atas
nilai suatu jasa. Semakin besar jasa maka semakin besar pula jumlah uang yang
harus dibayarkan. Tentu saja. Seseorang yang bahkan tidak pernah belajar Ilmu
Ekonomi sekali pun tentu mengetahui hukum alam tersrebut.
Lantas, bagaimana jika kita memberikan
jasa tanpa dibayar dengan uang? Bukankah bekerja tanpa mengharapkan imbalan itu
lebih asyik? Sebagian dari pembaca pasti pernah mendapatkan rumus seperti ini:
Hasil = Usaha / Harapan
Anggaplah hasil kita analogikan
sebagai uang pasti yang akan kita peroleh. Usaha sebagai jasa yang kita
berikan. Kemudian harapan sebagai angan-angan terhadap jumlah balas jasa (dalam
hal ini adalah uang) yang akan diperoleh. Seseorang yang pernah belajar
matematika tentu mengetahui bahwa angka berpa saja yang dibagi nol hasilnya tak
terhingga. Jika diterapkan ke dalam kasus di atas, maka disimpulkan suatu
pernyataan bahwa “suatu jasa baik dalam
bentuk kecil maupun besar jika dilakukan dengan ikhlas tanpa mengharapkan
apa-apa maka akan menghasilkan sesuatu yang tak terhingga, luar biasa”.
Dalam ilmu ekonomi, kita juga
diajarkan bahwa seseorang yang ingin mendapatkan output haruslah memiliki
input. Sederhananya, jika ingin kaya maka harus punya modal. Saya juga
menafsirkan bahwa modal yang dimaksud di sini bukan hanya sekedar materi –
uang, melainkan sebuah pengalaman. Tentu saja.
Baiklah, karena prolognya saya
rasa sudah sangat panjang, maka saya akan masuk ke inti pembahasan yang
sebenarnya.
Usia Muda dan Organisasi
Sudah seharusnya saya dan kamu –
yang berada di usia muda – aktif di berbagai kegiatan organisasi. Mengapa perlu
berorganisasi? Pada artikel sebelumnya saya telah membahas mengenai manfaat
berorganisasi di masa remaja yang bisa kamu lihat di sini.
Sayangnya, begitu banyak orang
tua yang melarang anaknya untuk menjadi seorang organisator. Alasannya pun
beragam, dan salah satu alasan yang membuat saya sampai menulis artikel ini
adalah, “Ikut organisasi hanya buang-buang uang. Tidak usah ikut organisasi
kalau tidak dapat bayaran”.
Dalam organisasi ada tiga kunci
utama yang harus kita pegang, yakni totalitas, loyalitas dan royalitas. (Saya
diberitahu ketiga kunci ini oleh salah seorang senior saya di OSIS). Sudah
tentu royalitas yang sangat erat kaitannya dengan “pengeluaran berupa uang”
menjadi salah satu kunci sukses seorang organisator. Hal itu dikarenakan setiap
program kerja yang akan dilaksanakan mempunyai anggaran dana. Jika bukan
panitia pelaksana yang sibuk mencari dana, lantas siapa lagi?
Namun, apakah semua pengorbanan
biaya yang dilakukan hanya sia-sia? Tentu jawabannya tidak. Menurut diri saya
pribadi, mengeluarkan rupiah untuk sebuah organisasi tempat kita bernaung
merupakan sebuah investasi. Ya, investasi yang berarti kelak dikemudian hari
akan kita petik hasilnya.
Mengapa demikian? Mari kita bahas
lebih lanjut.
Tentu kita telah menyepakati
bahwa pengalaman adalah guru terbaik. Pengalaman adalah sesuatu yang sangat
mahal. Untuk mendapatkan suatu pengalaman berharga, tentu pun dibutuhkan modal.
Modal yang dimaksud baik berupa tenaga, pikiran dan tentu saja; uang.
Bagaimana membeli pengalaman
dengan uang? Tentu tak semudah membayar belanjaan di supermarket. Ada
serangkaian proses yang harus dilewati. Seperti, bergabung di sebuah organisasi
dan komunitas, melewati berbagai prosesi, turut berperan dalam kepanitiaan,
lalu turut mendanai acara dengan menyumbang berbagai rupiah.
Apakah rupiah yang disumbangkan
akan bermanfaat? Ya, tentu saja. Rupiah yang kita telah keluarkan tidaklah
terbuang percuma. Rupiah-rupiah tersebut akan berganti menjadi sebuah acara
yang sukses. Acara dengan nama kita sebagai salah satu contributor penting. Apa
yang didapatkan kemudian? Tentu saja, kebanggaan dan juga pengalaman.
Pengalaman berharga dari sebuah acara yang
telah terselenggara dengan sukses tidak hanya berbuah manis pada selembar
kertas laporan pertanggungjawaban, akan tetapi berdampak pula pada bagian
kehidupan lainnya.
Jika kamu seorang pemuda yang
update mengenai event-event pelajar dan pemuda, tentu kamu tahu Parlemen
Remaja, Indonesian Student and Youth
Forum, Aksi Indonesia Muda, Astra
Honda Motor Best Student, dan masih banyak lagi lainnya. Tahukah kalian apa
yang menjadi salah satu syarat mutlak untuk mengikuti kegiatan-kegiatan
bergengsi tersebut? Ya, pengalaman berorganisasi.
Percayalah bahwa apa yang kau
lakukan saat ini akan berdampak pada masa depan. Begitu pun dengan mengikuti
segelintir aktivitas berorganisasi. Salah satu contoh lain betapa pentingnya
pengalaman berorganisasi juga bisa dilihat pada pengajuan berbagai beasiswa.
Contohnya Beasiswa Djarum Plus, beasiswa yang menjadi incaran
mahasiswa-mahasiswi hebat dari pelosok Indonesia.
Katanya, pengalaman berorganisasi
pun juga sangat berpengaruh pada dunia kerja nanti. Betapa tidak, pada saat
berorganisasi kita telah belajar memegang suatu tanggung jawab berdasarkan
peran dan kedudukan kita dalam organisasi, belajar bekerja sama dengan tim
untuk menyukseskan program kerja, manajemen waktu, dan bagaimana menghargai
sikap orang lain yang berada ‘satu atap’ dengan kita.
Jadi, investasi masa depan
melalui pengalaman berorganisasi itu sudah pasti, teman-teman. Jangan takut
untuk menanam modal melalui organisasi yang sedang kamu ikuti saat ini.
Meskipun saya sendiri masih memiliki pengalaman yang minim dalam berorganisasi,
namun manfaatnya luar biasa sudah saya rasakan. Ayo, jadi lah pemuda
organisatoris yang kreatif!
Sebelumnya, saya pernah membahas tentang INCREDIBLE with Student Organization di blog ini, kalau kamu belum baca, silakan klik di sini.
Yuk, nonton videoku tentang remaja dan organisasi! Klik di sini :)
Sebelumnya, saya pernah membahas tentang INCREDIBLE with Student Organization di blog ini, kalau kamu belum baca, silakan klik di sini.
Yuk, nonton videoku tentang remaja dan organisasi! Klik di sini :)
No comments:
Post a Comment